Grafik Tingkat Elektabilitas Capres (Gambar: Okemanado.com) |
Oleh: Pietro T. M. Netti
Tuan Rumah RUMAH IDE & KREASI
Hiruk-pikuk pilpres sudah berlalu, dari penentuan capres-cawapres, musim kampanye yang diwarnai saling hujat dan fitnah, hari-H pemilihan presiden/wakil presiden yang menghasilkan dua presiden terpilih sekaligus berdasarkan quick count lembaga-lembaga survey yang dipertanyakan independensinya, penetapan presiden/wakil presiden terpilih oleh KPU yang tidak diakui oleh pihak yang kalah, pengajuan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena diduga telah terjadi kecurangan-kecurangan yang bersifat masif, terstruktur dan sistematis, keputusan MK yang menolak seluruh gugatan pihak pemohon, sampai pada pelantikan presiden/wakil presiden RI yang digadang-gadang akan di-boikot.
Hiruk-pikuk yang terjadi sempat meresahkan dan memberi
dampak negatif kepada rakyat sebagai akibat dari intrik dan manuver politik
elit yang tidak bermartabat. Hiruk-pikuk yang terjadi nyaris memecah-belah
persatuan dan kesatuan, dan memicu perseteruan abadi di dalam tubuh anak
bangsa. Mungkin semua yang telah dilalui bisa menjadi pelajaran penting dan
berharga yang patut menjadi perhatian kita semua untuk menghindari terjadinya
gesekan-gesekan yang mengancam keutuhan berbangsa dan bernegara di masa-masa mendatang,
baik bagi mereka yang akan berkompetisi sebagai calon pemimpin maupun bagi
rakyat yang akan menentukan pilihan politiknya. [Lihat tulisan sebelumnya: Saat Saya Harus Memilih]
Pada persaingan pilpres kali lalu, setiap pasangan capres-cawapres
(baik Prabowo-Hatta maupun Jokowi-JK) yang bertarung tentu menginginkan tingkat
elektabilitas yang tinggi. Tingkat elektabilitas calon tersebut dapat dilihat
dari popularitas capres-cawapres di mata rakyat. Calon pemimpin yang popular
adalah calon yang sudah dikenal luas oleh rakyat dan sudah pasti banyak
diperbincangkan baik di tingkat elit maupun di kalangan rakyat kecil. Khusus di
kalangan rakyat kecil, sosok yang popular pasti dibicarakan dimana-mana; di
kedai kopi, pasar rakyat, sawah, ladang, terminal, dll. Kita akan banyak mendengar siapa yang lebih sering dibicarakan
kemungkinan besar (atau bisa dipastikan) lebih popular.
Melihat “pertarungan”
pada pilpres 9 Juli 2014 lalu, kedua pasangan calon tersebut sama-sama memiliki
tingkat popularitas yang cukup tinggi di mata rakyat Indonesia. Siapa yang
tidak mengenal sosok pasangan calon nomor urut 1 (Prabowo-Hatta) dan pasangan calon
nomor urut 2 (Jokowi-JK) tersebut? Seluruh rakyat sudah mengenalnya. Namun
seiring berjalannya waktu popularitas setiap pasangan calon bisa merangkak naik
maupun melorot ke dasar jurang yang dapat berpengaruh pada tingkat
elektabilitas calon. Ada faktor-faktor penting yang perlu diperhatikan oleh
setiap pasangan calon guna menjaga popularitas mereka, karena faktor-faktor
tersebutlah yang menjadi perhatian rakyat dalam menentukan pilihannya.
(a) Visi dan misi menjadi salah satu faktor yang bisa
menarik perhatian publik dalam menentukan pilihannya. Terbukti dalam pemaparan
visi-misi dalam debat capres yang disiarkan televisi nasional, walaupun tidak
terlalu signifikan, turut memberi dampak terhadap peningkatan popularitas
masing-masing calon di mata rakyat. Dikatakan tidak terlalu signifikan karena visi-misi
yang dipaparkan kedua calon (baik Prabowo-Hatta maupun Jokowi-JK) tidak
menunjukkan perbedaan-perbedaan yang mencolok, atau boleh dikatakan sama. Namun
demikian, visi-misi capres/cawapres tetap sangat penting, karena visi-misi
menunjukkan cita-cita, program kerja, dan aksi nyata yang akan dilakukan di
saat sang calon presiden dan wakil presiden terpilih nanti.
(b) Track record (rekam
jejak) sangat menentukan keberpihakan publik. Hampir seluruh rakyat Indonesia
telah mengenal sosok dan ketokohan capres-cawapres, Prabowo-Hatta dan
Jokowi-JK. Sama-sama telah memiliki segudang pengalaman dalam hal mengabdi
kepada bangsa dan negara. Tidak salah jika rakyat dalam menentukan pilihannya
akhirnya harus membanding-bandingkan (berdasarkan pikiran dan/atau perasaan
rakyat) siapa yang terbaik dari yang
terbaik. Dan menurut analisis
(pikiran/perasaan) saya dan sebagian
besar rakyat Indonesia, Jokowi-JK memiliki track
record yang relatif sangat baik dibandingkan dengan Prabowo-Hatta.
Khusus tentang Jokowi, bukan hanya rakyat Solo atau DKI
Jakarta saja yang mencintainya, melainkan seluruh rakyat Indonesia di berbagai
daerah mencintainya. Dari pemberitaan-pemberitaan yang ada, Jokowi hampir tidak
memiliki cacat dalam kepemimpinan. Apalagi Jokowi dikenal sebagai sosok yang
sangat memperhatikan dan membela hak rakyat kecil. Kebijakan-kebijakan yang
diambil seluruhnya untuk kepentingan rakyat kecil. Seluruh rakyat Indonesia
mengetahui sepak terjang Jokowi tersebut. Sampai-sampai seluruh rakyat di
pelosok negeri ini mengidam-idamkan sosok pemimpin di daerahnya agar bisa seperti
dan/atau bekerja ala Jokowi.
(c) Karakter dan kepribadian adalah salah satu faktor penting
yang sangat menunjang elektabilitas capres-cawapres. Rakyat sangat
mengidam-idamkan sosok pemimpin bangsa yang memiliki karakter dan kepribadian
yang baik dan kuat. Sosok yang rendah hati, murah hati, berpikir dan bekerja
dengan hati sangat dicintai oleh rakyat. Karakter dan kepribadian seperti ini
tidak bisa direkayasa dan dimanipulasi untuk mengelabui rakyat. Rakyat sudah pandai
dalam membaca dan mengidentifikasi semua gerak-gerik tubuh para calon yang
berasal dari hati. Segala sesuatu yang keluar dari hati akan sampai juga ke
hati. Kepura-puraan dan kemunafikan hanya akan menelanjangi karakter dan kepribadian
seseorang yang sesungguhnya.
Karakter dan kepribadian adalah faktor yang sangat kuat
dimiliki oleh Jokowi-JK. Faktor ini pulalah yang sangat mendongkrak popularitas
dan elektabilitas Jokowi-JK. Khusus tentang Jokowi, ia memang telah dikenal sebagai
sosok yang sangat dekat dengan rakyatnya baik saat masih sebagai Walikota
maupun saat menjadi Gubernur DKI Jakarta. Jokowi, dalam berbagai kesempatan,
tidak berusaha menjaga jarak dengan rakyatnya. Dan itu dilakukannya bukan untuk
pencitraan dan cari muka, tapi merupakan cerminan kepribadian Jokowi yang asli apa adanya.
Dalam menjalankan tugasnya, Jokowi selalu membuka diri
untuk dikritik, dan membalas kritik dengan kerja,
kerja dan kerja. Jokowi pun tidak pernah membalas cercaan, hinaan dan bahkan fitnah
lawan-lawan politiknya. Jokowi tidak pernah membalas “serangan-serangan lawan”
dengan cara “menyerang balik”, atau
tidak membalas kritik dengan kritik, atau tidak membalas jahat dengan jahat. Ini adalah salah satu karakter dan kepribadian Jokowi yang
sangat unik dan tidak dimiliki oleh Prabowo Subianto. Sifat dan kepribadian
seperti ini menunjukkan tingkat kematangan intelektual dan emosional yang
sangat tinggi yang mau tidak mau rakyat sangat bersimpati dan mencintainya.
Setiap serangan dan/atau kritik pasti rakyat sendiri yang membela
dengan cara memberi dukungan (hak suara) kepadanya.
(d) Black
Campaign/Kampanye Hitam adalah satu senjata
yang biasa dipakai untuk menyerang pihak lawan politik. Serangan-serangan yang tidak beralasan tersebut sengaja dibuat
untuk menjatuhkan citra lawan politik di mata konstituen pemilih. Sayangnya,
isi black campaign itu sendiri adalah
cenderung fitnah dan selalu fitnah, karena tidak berdasarkan fakta dan bukti
yang benar-benar terjadi. Dan percaya
atau tidak, black campaign bisa menjadi pendongkrak popularitas dan
meningkatkan elektabilitas calon/pasangan calon yang diserang.
Pada pertarungan
pilpres kali lalu, black campaign
sangat marak terjadi di antara dua kubu pendukung capres-cawapres. Dari sudut pandang saya, pasangan Jokowi-JK
(khususnya Jokowi) sangat banyak mendapat serangan. Serangan-serangan black campaign yang marak ditujukan
kepada Jokowi jugalah yang sangat signifikan mengangkat popularitas Jokowi di
mata publik. Black campaign yang
diciptakan kubu yang pro Prabowo memang sungguh di luar nalar/akal sehat. Walau
pun kedua kandidat, Jokowi dan Prabowo sama-sama merasa tersakiti, namun rakyat
yang cerdas dan memiliki hati nurani bisa melihat dan merasakan siapa di antara
keduanya yang paling disakiti.
Bagaimana mungkin seorang Jokowi dikatakan bukan Islam,
hanya karena ada sederetan nama-nama non Islam yang mendukung pencalonan Jokowi?
Bagaimana mungkin seorang Jokowi disebut-sebut sebagai Presiden Boneka (boneka-nya Megawati SP) jika terpilih nanti,
hanya karena Jokowi adalah kader partai yang dipimpin oleh Megawati SP?
Bagaimana mungkin Jokowi dan keluarganya dituduh sebagai PKI, hanya karena
pernyataan ibunda Jokowi yang dengan tegas mengatakan akan bergerilya untuk
memenangkan puteranya menjadi Presiden? Dan masih banyak lagi cemooh, caci-maki,
hujatan dan fitnahan yang ditujukan kepada Jokowi yang didiamkan begitu saja
dan tidak sedikit pun diusut oleh aparat penegak hukum. Prabowo pun diam seakan-akan menikmati
serangan-serangan yang ditujukan kepada Jokowi tersebut oleh para pendukungnya
tanpa sedikit pun “menegur” para
pendukungnya yang gemar “menyakiti”
lawan.
Saling “tembak”
di antara dua kubu tidak terelakkan, dan justru “tembak-menembak” tersebut dimotori oleh elit masing-masing kubu
yang berimbas pula pada saling “tembak”
di tingkat bawah. Elit di tingkat atas yang katanya orang-orang pintar/cerdas menunjukkan
sikap yang tidak simpatik dan dan tidak elegan yang akhirnya menyebabkan
perpecahan di tubuh elit pendukung itu sendiri. Fenomena ini menjadi preseden
buruk bagi rakyat kecil di tingkat bawah, termasuk saya yang juga rakyat kecil.
Ada tontonan menggelikan yang dilakoni oleh elit negeri ini yang sungguh tidak
mencerminkan keadaban dan kepribadian bangsa.
Jika demikian, salahkah saya bila terlanjur memberi nilai ‘merah’ pada semua sifat dan kelakuan
yang sedikit pun tidak mencerminkan nilai, norma dan etika berbangsa dan bernegara?
Jika sifat dan kelakuan yang dipertontonkan seperti yang telah disebutkan di
atas (tidak terhormat, tidak bermartabat, tidak berperikemanusiaan), patutkah saya
memberi nilai ‘baik’? “No way!”
Saat ini saya sangat berharap jika penilaian yang saya
utarakan di atas yang sudah terlanjur melekat di hati dan pikiran saya (atau
mungkin di hati dan pikiran sebagian besar rakyat Indonesia) itu salah. “Mudah-mudahan!” [Next: Saatnya Bersatu Untuk Indonesia
Raya]
0 comments:
Post a Comment