Oleh: Pietro T. M.
Netti
Tuan Rumah RUMAH IDE
& KREASI
Mungkin
saja tulisan ini dirasa tidak aktual atau kurang/tidak relevan dengan
perkembangan bangsa saat ini? Tidak apa-apa, setidaknya di saat ide penulisan
tentang topik ini muncul di awal tahun 2017 yang lalu sangatlah aktual dan
relevan. Tapi rasa-rasanya topik ini masih tetap relevan dan (agak sedikit) aktual
saat ini.
Tulisan
ini adalah kelanjutan dari tulisan saya yang berjudul “SARA, Senjata Pembunuh Made in Indonesia”, sebuah ungkapan
keprihatinan pribadi terhadap perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara
yang semakin hari semakin jauh dari harapan. Tentunya harapan yang saya
maksudkan adalah harapan untuk bisa hidup berdampingan secara tenteram dan
damai, saling menghargai satu sama lainnya, bersimpati dan berempati di antara
sesama anak bangsa tanpa mempersoalkan perbedaan SARA (Suku, Agama, Ras dan
Antar Golongan).
Di
dalam seni musik atau seni suara, harmoni tercipta dari perbedaan-perbedaan bunyi nada/suara
yang dipadu menjadi satu. Perbedaan bunyi
nada/suara menjadi hal utama bahkan menjadi syarat
mutlak (sekali lagi, menjadi syarat
mutlak) untuk menciptakan harmoni.
Perbedaan sama sekali bukan sebuah masalah yang perlu
diributkan atau bahkan perbedaan yang
satu tidak perlu dipertentangkan dengan perbedaan
yang lainnya. Perbedaan justru
menjadi sebuah hal penting yang harus dipenuhi dan dijaga/dipelihara
keberadaannya.
Ya,
itulah harmoni! Harmoni tidak hadir dari keseragaman,
tetapi keberagaman. Keberagaman niscaya berisikan perpaduan
dari berbagai perbedaan. Dari situlah kita bisa melihat, meraba dan menerawang
bahwa keberagaman menghasilkan
keindahan dari paduan warna-warni di
taman kehidupan. Keberagaman menghadirkan
keserasian dari jalinan cinta kasih
di antara sesama anak manusia. Keberagaman
melahirkan persatuan dan kesatuan dari ikatan
tali kasih persaudaraan yang erat. Keberagaman
menciptakan kekuatan dari rekatan fondasi
yang kokoh untuk menopang sendi-sendi kebangsaan.
Berikut
ini adalah kutipan makna Harmoni
menurut Wikipedia bahasa Indonesia, esiklopedia bebas:
“Harmoni (dalam bahasa Yunani: harmonia,
berarti terikat secara serasi/sesuai). Dalam bidang filsafat, harmoni adalah
kerja sama antara berbagai factor dengan sedimikian rupa hingga factor-faktor
tersebut dapat menghasilkan suatu kesatuan yang luhur. Sebagai contoh,
seharusnya terdapat harmoni antara jiwa jasad seorang manusia, kalau tidak,
maka belum tentu orang itu dapat disebut sebagai satu pribadi………….”
Lebih
lanjut, harmoni memiliki 3 konsep dasar (Konsep Harmoni), yakni:
1. Perbedaan antar unsur
atau keragaman,
2. Timbal balik, dan
3. Menuju kesatuan
yang luhur.
[https://id.m.wikipedia.org/wiki/Harmoni]
Harmoni di dalam seni musik dan seni suara, dalam kenyataannya, sangat berbanding terbalik dengan harmoni dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara di dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perbedaan telah menjadi momok menakutkan di negeri yang sejak
lahir telah menjunjung tinggi dan menghargai keberagaman/kebhinnekaan.
Perbedaan telah menjadi senjata pembunuh
nomor satu di negeri yang sejak awal telah menapakkan kakinya di atas fondasi
perbedaan.
Padahal,
dalam menciptakan dan menjaga harmoni,
perbedaan-perbedaan (nada/suara) yang ada perlu dipertahankan. Kita yang berbeda
harus terus menjaga konsistensi
perbedaan
kita. Perbedaan bukanlah ancaman, justru menjadi
cikal-bakal keindahan yang harus dirawat
dan dipelihara. Kita/kelompok kita tidak perlu berusaha untuk dan/atau memaksa kelompok lain
untuk menjadi sama seperti
kita/kelompok kita. Bahkan kita/kelompok kita pun tidak boleh terpengaruh dengan kelompok-kelompok lain yang
memang sudah diharuskan berbeda.
”Akankah
perbedaan yang seharusnya berpadu
satu dalam sebuah paduan suara nusantara yang telah dirancang oleh bapak-bapak bangsa yang
telah menggema indah di seanteru ruang nusantara ini berubah menjadi benih-benih
yang menumbuhkan permusuhan dan perpecahan di antara sesama anak bangsa?”
“Atau,
akankah perbedaan yang seharusnya menjadi
pelangi nada/suara yang membentang sepanjang khatulistawa ini berubah menjadi senjata pemusnah yang siap memuntahkan
peluru konflik dan seteru?”
“Atau,
mungkinkahkah perbedaan yang
seharusnya menjadi faktor yang saling melengkapi dalam memperkokoh sensi-sendi
bangsa justru akan menjadi lintas tol
menuju disintegrasi bangsa?”
“Only heaven knows!”
0 comments:
Post a Comment