Oleh: Pietro T. M. Netti
Tuan
Rumah Rumah IDE, KARYA & KREASI
Sebelumnya,
tulisan ini telah dimuat di Kompasiana
pada Senin dini hari, 6 Februari 2017 sebagai reaksi atas maraknya
letupan-letupan yang mengusik ketentraman dan keharmonisan hidup sesama anak
bangsa. Lagi-lagi SARA dijadikan sebagai kambing
hitam yang sengaja dihembuskan oleh oknum-oknum tertentu untuk menciptakan kuda hitam yang siap berlaga di
gelanggang politik. Berikut ulasan selengkapnya:
Judul di
atas hadir sebagai sebuah bentuk keprihatinan dari berbagai dinamika dan gejolak
yang dipicu oleh isu Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA) yang terjadi
belakangan ini di tanah air tercinta. Dinamika dan gejolak tersebut sekiranya
perlu dilihat sebagai sebuah bentuk ancaman dan rongrongan secara sistematis
terhadap persatuan, kesatuan, dan kebhinnekaan di Indonesia. Dan dinamika dan gejolak
yang terjadi belakangan inipun dapat menjadi pupuk penyubur bagi tumbuh dan berkembangnya benih-benih permusuhan
dan perpecahan yang jika dibiarkan maka akan meningkatkan laju pertumbuhan yang menjurus pada disintegrasi bangsa.
Mungkin
saja pernyataan saya di atas sangatlah berlebihan (dan mudah-mudahan saja “sangat berlebihan”), tapi itulah yang saya
lihat, rasakan dan yang ingin saya katakan setelah melihat kejadian-kejadian yang
marak terjadi akhir-akhir ini dengan mengatasnamakan dan meng-kambinghitam-kan SARA.
Kenyataan
hari ini, SARA menjadi momok menakutkan bagi sebagian pihak yang takut berbeda.
SARA sengaja dijadikan sebagai pemicu oleh sebagian pihak yang tidak bertanggung
jawab untuk mengadu domba dan memecah-belah kerukunan hidup sesama anak bangsa
di negeri ini. SARA telah dijadikan sebagai senjata
andalan untuk dapat bertindak semau gue
yang membangkitkan gairah fanatisme yang membabi buta sekaligus membuat
kegaduhan-kegaduhan yang sangat mengusik ketenteraman, kenyamanan dan kedamaian
hidup berbangsa. SARA telah menjadi senjata pembunuh buatan asli dalam negeri (made in Indonesia).
Memang
isu SARA adalah isu yang sangat sensitif dari masa ke masa. Hal ini disadari
betul oleh sebagian oknum-oknum yang berotak
kotor untuk terus memprovokasi anak-anak bangsa yang rata-rata gampang, dan
bahkan gemar diprovokasi (dihasut)
dan terprovokasi (terhasut).
Sekali dihasut, dua-tiga puluh ribu orang langsung terhasut
dan tersulut api amarahnya sekaligus tanpa pandang bulu.
Bulu lebat pun disikat/tersikat apalagi cuma bulu
halus.
Tidak
tanggung-tanggung, mulai dari yang buta
huruf sampai yang melek huruf
rame-rame “terbakar” (atau sengaja “membakar diri?”). Begitu pula, mulai dari
yang tidak terdidik sampai yang terdidik, bahkan sampai yang sangat sangat terdidik sekalipun, dan
lebih parah lagi, tokoh-tokoh agama yang sudah menggenggam surga di dalam telapak tangan pun bisa dihasut dan terhasut,
dan/atau bahkan turut menghasut. Sudah lumrah di negeri ini, yang berhubungan
dengan hasut-menghasut, dihasut dan terhasut atas nama atau oleh karena
SARA telah menjadi bagian dari hobby
dan kegemaran sebagian anak bangsa.
“Memang aneh tapi nyata!”
Bangsa
yang sarat dengan gaya (style),
bahasa, dan ritual keagamaan ini seharusnya lebih mengedepankan pola pikir,
kata hati dan sikap hidup yang bersifat religius, tetapi kenyataannya, sebagian
dari kita mudah sekali terbakar
hasutan-hasutan konyol yang tidak masuk akal. Ibarat sebuah buku, indah sampul daripada isi. Gaya, bahasa, dan ritual-ritual yang melekat pada
pribadi-pribadi yang tampak seperti malaikat
tersebut hanyalah topeng yang
membungkus kebusukan hati/pikiran dan kebejatan perilaku mereka.
Yang terjadi
hari ini, kata dan tindakan boleh saja menyimpang asalkan dibungkus rapi dengan
kemasan religi yang berhiaskan simbol-simbol keagamaan. Tindakan semena-mena boleh
saja dilakukan asalkan nama TUHAN dibawa-bawa. Anarkisme dan pelanggaran
terhadap Hak Asasi Manusia boleh saja dilakukan asalkan didasari dengan label membela keyakinan dan ajaran
TUHAN, atau bahkan atas nama membela TUHAN. Dan ini semua telah menjadi sebuah tontonan
publik yang sangat menggelikan. TUHAN, ajaran TUHAN dan agama menjadi gambar sampul/judul
buku yang berisikan cacian, umpatan, fitnah, kecemburuan, kemunafikan, dendam, iri
hati, dengki, dll.
Sebenarnya,
akar dari segala permasalahan yang muncul saat ini adalah ada pihak-pihak dan
kelompoknya yang merasa diri paling benar dan/atau paling suci sendiri. Mereka
merasa diri sebagai bala tentara sorgawi
yang diutus untuk membumihanguskan
kelompok lain yang berbeda di muka
bumi ini. Betapa pe-de-nya dan ge-er-nya mereka! Perbedaan
dipolitisasi, perbedaan dikambinghitamkan, dan perbedaan menjadi api yang siap menyulut sumbu-sumbu pendek yang belum disulut/tersulut
pun sudah menyala.
“Apa yang terjadi dengan bangsa ini?”
Hanya
TUHAN yang memiliki jawaban lengkap atas pertanyaan ini, dan hanya TUHAN yang
mampu menjawabnya!
“MIRIS!”
***
0 comments:
Post a Comment