Ilustrasi: Tempo |
February 10, 2015
Ring Tinju Memperebutkan Sabuk Kejuaraan Versi Sok Jago-Sok Gengsi
Oleh: Pietro T. M.
Netti
Lagi-lagi dua institusi penegak hukum kembali bersitegang. Kepolisian
Republik Indonesia (Polri) versus Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) kini telah memasuki ronde demi ronde dari entah berapa
ronde yang direncanakan akan berlangsung. Layaknya pertandingan tinju, kedua institusi
ini sudah saling melancarkan akumulasi pukulan jab-strike awal yang cukup tinggi dan Benar-Benar Membingungkan (BBM)
rakyat Indonesia.
Ronde pertama
dimulai dengan Komjen BG (Budi Gunawan), sang calon tunggal Kapolri yang
diajukan Presiden, ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa, 13 Januari 2015
dalam dugaan garatifikasi dan/atau yang memiliki rekening gendut/tidak wajar
oleh KPK sehari sebelum akan di-fit and proper
tes oleh Komisi 3 DPR RI. Ronde ini diwarnai dengan keanehan-keanehan yang
ditunjukkan baik di lembaga eksekutif
maupun legislatif yang seharusnya
bisa dihindari untuk tidak menimbulkan kekisruhan/kegaduhan politik seperti
sekarang ini.
Kejanggalan di eksekutif; pertama adalah soal pengajuan nama calon Kapolri oleh Presiden
yang tidak lagi melibatkan institusi KPK sebagaimana yang pernah dilakukannya
kepada para calon menteri Kabinet Kerja. Kejanggalan berikut adalah Presiden
tetap ngotot mengajukan BG sebagai
calon tunggal Kapolri walaupun BG digadang-gadang atau sudah tercatat memiliki rapor merah berdasarkan penilaian KPK
sebelumnya pada saat seleksi menteri.
Aksi nekad Presiden ini, tidak bisa dipungkiri, akhirnya
menimbulkan berbagai spekulasi liar yang akhirnya menyudutkan Presiden sendiri.
Melalui pengajuan calon tunggal Kapolri yang menuai kontroversi sejak awal ini,
Presiden dituduh sedang berusaha untuk melindungi tokoh/oknum tertentu yang mendukungnya
melenggang ke Istana Negara pada Pilpres kali lalu yang diduga sedang dalam bidikan KPK. Isu bahwa Presiden sedang
diarahkan dan/atau didikte oleh tokoh-tokoh politik tertentu kembali mencuat ke
permukaan. Presiden pun lagi-lagi dituduh sebagai biang dari kekisruhan politik yang terjadi saat ini.
Kejanggalan di legislatif; walaupun BG telah resmi menjadi tersangka, DPR RI khususnya Komisi
3 bersikeras tetap melakukan fit and
proper test sebagai calon Kapolri pada Rabu, 14 Januari 2015. Dan anehnya,
si tersangka ini lolos bulat-bulat dalam
uji kepatutan dan kelayakan di hadapan Komisi 3 dengan mengantongi skor
kelulusan sangat memuaskan. Seluruh anggota Komisi 3 dengan suara bulat pula (kecuali
anggota komisi dari Partai Demokrat) mendukung pencalonan seorang tersangka
menjadi penghuni pucuk pimpinan di Kepolisian Republik Indonesia.
Lagi-lagi tindakan tidak terpuji kembali dipertontonkan oleh
pihak senayan kepada seluruh rakyat Indonesia. Anggota Komisi 3 DPR RI yang
adalah wakil-wakil dari rakyat ini memiliki suara yang berbeda
dan bahkan bertolakbelakang dengan suara rakyat. Itulah wajah-wajah,
mental-mental, dan kelakuan-kelakuan dari wakil-wakil kita yang sedang bergentayangan saat ini.
Ronde kedua;
Mabes Polri melalui Bareskrim (Badan Reserse dan Kriminal) melakukan
penangkapan terhadap BW (Bambang Widjayanto), Wakil Ketua KPK, di Depok saat
mengantarkan anak ke sekolah pada Jumat, 23 Januari 2015. Pihak Mabes Polri
mengatakan bahwa BW ditangkap karena telah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan
laporan mantan anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, Sugianto Sabran pada Kamis, 15
Januari 2015 atas dugaan memberikan kesaksian palsu pada sidang sengketa
Pilkada Kotawaringin Barat (Kalimantan) di Mahkamah Konstitusi pada 2010 lalu.
Sebagai kuasa hukum saat itu, BW diduga mengarahkan para saksi untuk memberikan
keterangan/kesaksian palsu di persidangan MK. Berbagai kejanggalan pun muncul terkait dengan
penangkapan salah satu anggota komisioner KPK ini.
Kejanggalan pertama adalah kesigapan Polri yang dinilai tiba-tiba
sangat cepat menanggapi laporan
masyarakat terkait kasus BW ini. Menurut Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Ronny
F. Sompie, penangkapan dan penetapan sebagai tersangka dilakukan karena Polri telah
memiliki tiga alat bukti yang sah. Kejanggalan berikut adalah penangkapan BW
tidak diketahui sama sekali oleh Pelaksana Tugas Kapolri, Komjen Badrodin
Haiti. Plt. Kapolri saat dimintai konfirmasi oleh Kepala Divisi Pencegahan KPK,
Johan Budi, terkait penangkapan BW oleh anggotanya menyatakan bahwa tidak benar
adanya penangkapan tersebut. Kejanggalan berikutnya lagi adalah proses
penangkapan BW tersebut juga menyita perhatian Komnas HAM karena diduga
melanggar Hak Azasi Manusia.
Ronde ketiga; Hujan laporan terhadap para komisioner
KPK oleh rakyat terkait dengan tindak pidana yang dilakukan para komisioner di
masa lalu pun membanjiri Badan
Reserse dan Kriminal Mabes Polri. Ketua KPK, Abraham Samad, dilaporkan oleh
Muhammad Yusuf Sahide yang merupakan Direktur Eksekutif LSM KPK Watch Indonesia
terkait dengan pertemuannya dengan sejumlah petinggi partai politik menjelang
pilpres 2014, dan juga terkait dengan tawaran Abraham Samad untuk membantu
penanganan kasus korupsi politisi PDIP, Emir Muis. Di samping itu, foto-foto
syur yang mirip dengan Abraham Samad pun beredar luas dimana-mana.
Nasib yang sama pula dialami oleh dua Wakil Ketua KPK lainnya:
Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain. Adnan Pandu Praja dilaporkan terkait dengan
kasus perampasan saham di PT. Desy Timber, Perusahan HPH di Kalimantan Timur
yang terjadi pada tahun 2006 lalu. Zulkarnain dilaporkan oleh Aliansi
Masyarakat Jawa Timur ke Bareskrim Mabes Polri terkait dengan dugaan korupsi
dana hibah Progran Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) Jawa Timur
tahun 2008.
Menyinggung tentang kriminalisasi KPK, Kabareskrim Polri,
Irjen Budi Waseso (saat ini berpangkat Komisaris Jenderal) membantah
mengkriminalisasi KPK. Semua kasus yang masuk ke Bareskrim Mabes Polri,
menurutnya, serius ditangani oleh pihaknya, bukan hanya kasus yang menimpa KPK.
Ronde keempat; Tersangka
Komjen BG mempraperadilankan KPK yang mempermasalahkan tentang keabsahan
penetapan dirinya sebagai tersangka yang diduga sebagai sebuah bentuk
kriminalisasi terhadap dirinya. Pemohon (BG) melalui para kuasa hukumnya
menduga penetepatan status tersangka tersebut sarat dengan motif tertentu (Sidang
pra peradilan masih berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dan kita
tunggu hasilnya!).
Ring tinju dalam
rangka memperebutkan sabuk gelar juara SJ-SG (Sok Jago-Sok Gengsi) masih akan terus
berlanjut ke ronde-ronde berikutnya, entah berapa ronde yang direncanakan. Sambil
menunggu keputusan wasit ring yang
saat ini masih melakukan perkunjungan kenegaraan ke luar negeri, kita, rakyat
Indonesia, sedang terbingung-bingung
menyaksikan tontonan adu kuat dari dua kubu yang terus saling melancarkan
serangan. Serangan-serangan yang tidak lagi berbobot di mata rakyat semakin
lama semakin terasa hanya untuk menjaga ego
kekuasaan masing-masing kubu.
Rakyat hanya bisa berharap pertarungan ini tidak perlu belanjut
hingga duabelas ronde. “Lebih
menyenangkan menonton pertandingan tinju di Ring Tinju TVRI daripada menyaksikan
pertarungan yang hanya mendatangkan kekisruhan dan/atau kegaduhan politik!”
Rakyat sudah muak dengan segala bentuk kekisruhan/kegaduhan yang selalu saja
sengaja diciptakan untuk memporakporandakan tatanan kehidupan berbangsa dan
bernegara.
http://politik.kompasiana.com/2015/02/10/ring-tinju-memperebutkan-sabuk-kejuaraan-versi-sok-jago-sok-gengsi-700845.html