BLOG PIETRO T. M. NETTI: RUMAH IDE DAN KREASI

Blog PIETRO T. M. NETTI (pietronetti.blogspot.com) adalah sebuah situs/blog pribadi atas nama PIETRO T. M. NETTI. Blog PIETRO T. M. NETTI (pietronetti.blogspot.com) adalah sebuah situs/blog yang dianalogikan sebagai RUMAH IDE DAN KREASI. Sebagai rumah, situs/blog ini menyediakan beberapa ruang yang nyaman yang dapat menampung Ide dan Kreasi dari Tuan Rumah.

PIETRO T. M. NETTI: Tuan Rumah RUMAH IDE DAN KREASI

Moto: “Laborare est Orare: Bekerja adalah Berdoa. Berdoa bukan hanya memejamkan mata melainkan juga membuka mata dan melihat kenyataan. Berdoa bukan hanya melipat tangan melainkan juga turun tangan dan melakukan tindakan nyata (SELAMAT PAGI TUHAN-ANDAR ISMAIL).” “Bermusik bagi Tuhan adalah wujud Sembah, Pujian dan Doa yang nyata di hadapan hadirat Allah (PIETRO T. M. NETTI).”

RUANG IDE: Opini PIETRO T. M. NETTI

Ruang untuk berpendapat secara jujur dan independen dari sudut pandang Tuan Rumah: Menyalurkan ide dan gagasan berhubungan dengan tema-tema tertentu (Opini), Memberi ulasan/liputan terhadap obyek/peristiwa/persoalan yang informatif, menghibur, meyakinkan, dan menggugah simpati dan empati (Feature), Menghadirkan kisah/cerita dari yang dilihat, didengar, dipikirkan, dirasakan, dan yang dilakukan (Non Fiksi).

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

October 21, 2014

Welcome, Mr. President of the Republic of Indonesia!


Oleh: Pietro T. M. Netti
Tuan Rumah RUMAH IDE & KREASI
Presiden ke-7 RI Joko Widodo didampingi Iriana Joko Widodo bersalaman dengan Ibu Ani Susilo Bambang Yudhoyono saat keluar dari Ruang Rapat Paripurna I, Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Senin (20/10/2014). Foto: KOMPAS.COM

Rakyat Indonesia telah melewati sebuah pesta demokrasi yang sungguh memberikan kegembiraan politik (istilah Jokowi) yang luar biasa. Tercatat dalam sejarah demokrasi di Indonesia bahwa baru kali ini rakyat menunjukkan partisipasi politik yang sangat tinggi dalam menentukan pilihan secara langsung kepada pemimpin yang betul-betul diinginkan untuk menjadi “Nakhoda Kapal” NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) periode 2014-2019. “And The Ship’s Captain now is you, Mr. President!”

Rakyat Indonesia  sungguh-sungguh merasakan kegembiraan yang luar biasa dalam memberikan haknya politiknya (hak suara) tanpa tekanan dari pihak mana pun. Rakyat menjadi pribadi-pribadi merdeka yang bebas menentukan pilihan hati mereka tanpa bisa dipengaruhi oleh janji manis, pencitraan, maupun intrik-intrik politik elit. Hati nurani rakyat diuji dalam sebuah persaingan politik yang ketat untuk memilih dua tokoh bangsa yang sama-sama berjuang merebut simpati rakyat atas nama memperjuangkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Hati Nurani rakyat (dalam tanda petik) ”diuji untuk memilih” siapa di antara kedua tokoh yang serius memiliki keberpihakan penuh kepada rakyat. Persaingan dua calon yang digawangi dua kubu koalisi (Merah Putih dan Indonesia Hebat) sempat menciptakan kasak-kusuk politik yang berpotensi memecah-belah persatuan dan kesatuan bangsa. Kasak-kusuk politik yang cenderung bersifat kekanak-kanakan tersebut muncul dari rekayasa sebagian elit melalui hasutan dan provokasi yang tidak cerdas dan tidak mendidik. “Serangan” dilancarkan secara bertubi-tubi melalui media-media cetak, elektronik, dan media-media sosial di dunia maya yang sama sekali tidak memperlihatkan keadaban nilai etika, budaya, bahkan nilai-nilai agama. Sebuah perilaku yang sangat menistai dan bertolak belakang dengan keberimanan dan ketakwaan kita sebagai umat yang mengaku beragama.

Tarik ulur kemenangan pada Pemilihan Presiden menjada tontonan membosankan yang sesungguhnya adalah rekayasa elit yang tidak rela menerima kekalahan. Kemenangan adalah harga mati yang harus direbut. Rakyat yang sudah selesai dengan pilihannya hanya bisa diam dan merasa geli dengan perilaku elit yang cengeng dan kekanak-kanakan tersebut. Semua jalur ditempuh dengan dalil ingin memberikan pembelajaran politik kepada publik dengan hasil nihil. Sebenarnya semua jalur hukum yang telah ditempuh akan menjadi pelajaran berharga bagi rakyat jika kubu yang kalah tidak ngotot merasa diri menang, sehingga terkesan hanya siap menang dan tidak siap kalah. Hal inilah yang menjadi preseden buruk bagi rakyat. Rakyat menjadi muak, jijik dan mau muntah melihat sikap yang hanya mau menang ‘doang’. Akhirnya semua menjadi terang dan jelas bahwa ketok palu mahkamah konstitusi sejalan dengan pilihan rakyat banyak. “Elit berkehendak, rakyat yang menentukan!”     

Sebagian besar rakyat Indonesia menunjukkan keberpihakan mereka kepada sosok yang benar-benar mencerminkan wajah dan potret bangsa. Ya, wajah bangsa yang mungkin saja masih bertampang ‘ndeso’, tidak tampan dan tidak gagah menurut standard sinetron murahan yang sering ditayangkan di telivisi-televisi nasional. Harus diakui bahwa wajah bangsa Indonesia saat ini belum setampan dan segagah yang diharapkan. Bagaimana bisa tampan dan gagah jika setiap saat rakyat masih bergelut dengan kemiskinan, kesulitan-kesulitan hidup, kurangnya lapangan kerja, biaya kesehatan dan pendidikan yang mahal? Bagaimana rakyat bisa memiliki tubuh ideal alias tidak ‘kerempeng’ jika setiap saat rakyat masih lapar, sakit-sakit dan tidak pernah mendapat asupan gizi yang memadai? Bukan rahasia lagi kalau masih banyak rakyat Indonesia yang dalam usia kemerdekaan ke-69 ini masih bertahan hidup dengan perut kosong. 4 SEHAT 5 SEMPURNA hanyalah tips sehat siluman yang bisa dirasakan keberadaannya tapi tidak berwujud. 1 KENYANG 2 TERPAKSA menjadi menu andalan dan wajib yang juga tidak mudah diperoleh.   

Sebagian besar rakyat menjatuhkan pilihannya pada sosok yang mau mendekatkan diri dekat sedekat-dekatnya dengan rakyat. Rakyat sudah lama merindukan pemimpin yang memiliki hati dan pikiran rakyat. Pemimpin tersebut adalah sosok yang rendah hati, bersimpati dan berempati dengan nasib rakyat kecil yang selama ini hanya obyek dan komoditas politik untuk kepentingan politisi di setiap musim politik. Walaupun lapar dan sakit secara fisik, rakyat tetap memiliki hati nurani dan jiwa yang sehat untuk mampu menerawang sosok yang bisa memimpin dengan hati untuk mendatangkan perubahan, pembaharuan dan kemajuan yang lebih baik bagi negara dan bangsa.

Sebenarnya rakyat tidak memiliki keinginan dan harapan yang muluk-muluk. Rakyat mengharapkan pemimpin yang berkuasa melalui pemerintahannya dapat membuka kesempatan kerja seluas-luasnya kepada rakyak. Lapangan pekerjaan yang layak sudah tentu berdampak pada kemampuan pendapatan yang layak pula untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat (pangan, sandang dan papan). Rakyat mengharapkan kehadiran pemerintah untuk memberi jaminan keamanan agar rakyat dapat bebas berkarya, berkreasi dan berekspresi. Rakyat pun sangat mendambakan jaminan keadilan hukum, ekonomi, sosial dan politik dari pemerintah yang tidak pandang bulu (bulu tipis disikat, bulu lebat pun disikat).

Salah satu contoh yang mencolok dan sering menjadi tontonan yang menyayat hati public adalah keadilan di bidang hukum yang cenderung berat sebelah. Mata pedang hukum selalu saja tumpul ke atas dan hanya  tajam ke bawah sehingga cepat sekali menebas si kecil yang tidak berdaya, yang tidak berkuasa, yang tidak berharta dan yang tidak bertahta/berkursi. “Setiap warga negara sama di depan hukum” masih menjadi slogan kosong di tangan aparat penegak hukum. Penegakan hukum harus bisa menjangkau semua kalangan, bukan kalangan rakyat kecil saja yang menjadi obyek penghakiman/penindasan.

Keadilan ekonomi dan sosial pun perlu menjadi perhatian serius dari pemerintah untuk memperkecil ketimpangan dan kesenjangan yang  terlampau jauh antara si miskin dan si kaya. Memperkecil ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial sama halnya dengan meminimalisir kecemburuan di antara sesama anak bangsa yang memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara. Di sini, lagi-lagi penegakan hukum menjadi panglima tertinggi dalam mencegah dan menindak oknum-oknum yang suka “maling” (baca: mencuri) hak milik rakyat. Hukuman semaksimalnya patut dijatuhkan kepada mereka yang tanpa perikemanusiaan tega merampok apa yang menjadi hak milik si miskin.

Secara pribadi, para oknum tersangka, terdakwa maupun narapidana hasil tangkapan KPK lebih cocok disebut sebagai maling atau pencuri atau perampok yang hina menggantikan istilah koruptor yang cenderung membuat bangga para pelaku dan keluarganya. Istilah koruptor, sebenarnya juga, adalah sebuah istilah yang sama hinanya dengan maling/pencuri/perampok, tapi sepertinya istilah koruptor ini telah mengalami pergeseran makna yang artinya lebih terhormat dari kriminal biasa. Begitu pula dengan istilah super ordinary crime (kejahatan sangat luar biasa) yang juga cenderung masih membuat para pelakunya senyam-senyum dan cengar-cengir tanpa dosa di hadapan rakyat yang menderita. Istilah super ordinary crime biarlah menjadi ordinary crime (criminal biasa) saja, yang penting para koruptor-nya disebut berdasarkan esensi makna dari kata korupsi itu sendiri yaitu maling/pencuri/perampok. Jadi, sekali kita menyebut nama-nama yang tersangkut kasus korupsi seperti Angelina Sondakh, Nazaruddin, Andi Malarangeng, Anas Urbaningrum, dll, mereka adalah maling. Mereka adalah pencuri. Mereka adalah perampok. “Biar kapok…pok…pok!”  

Keadilan politik pun patut menjadi perhatian pemerintah. Selama ± 10 tahun rakyat telah diberikan hak dan partisipasi politik melalui proses pemilihan langsung terhadap calon pemimpin sendiri baik nasional maupun daerah. Kini, melalui paripurna DPR RI beberapa saat yang lalu, hak dan partisipasi politik oleh rakyat, khususnya proses pemilihan kepala daerah (Gubernur dan Bupati/Walikota), telah dirampas kembali oleh para legislator yang katanya mewakili rakyat. Bagaimana dikatakan sebagai mewakili suara rakyat, jika proses yang berlangsung dalam paripurna tersebut sama sekali mengabaikan ‘keinginan’ rakyat? Sangat jelas terlihat bahwa proses pengambilan keputusan yang dilakoni baru-baru ini hanya mencerminkan persaingan kalah-menang dari dua kubu koalisi (Merah Putih dan Indonesia Hebat) yang (dalam tanda petik) saling “berseteru”. Bagaimana proses tersebut bisa disebut sebagai keputusan yang mewakili rakyat? “Sungguh miris melihat kekakuan angota dewan kita yang katanya terhormat itu!”

Hari ini, Senin, 20 Oktober 2014, rakyat Indonesia lagi-lagi merasakan sebuah kegembiraan politik yang sangat luar biasa. Partisipasi dari sebagian besar rakyat dari berbagai komunitas menyambut dan merayakan pelantikan Ir. H. Joko Widodo dan Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Rakyat Indonesia sangat bergembira dengan hadirnya sosok pemimpin baru yang dicintai oleh rakyat, sosok pemimpin baru dambaan rakyat yang mencerminkan wajah dan jati diri bangsa, dan sosok pemimpin baru yang akan memberikan harapan baru bagi kemajuan bangsa dan negara tercinta.

Tercatat dengan tinta emas dalam lembaran sejarah bangsa Indonesia bahwa rakyat begitu antusias menyambut kehadiran pemimpin baru yang betul-betul diinginkan, dikehendaki, disukai dan dicintai oleh rakyat sendiri. Pesta rakyat yang meriah memperlihatkan kegembiraan dan kebahagiaan rakyat yang menaruh harapan besar untuk Indonesia yang lebih baik di pundak Jokowi-JK. Memang riskan mengusung harapan yang terlampau besar  dan dipundakkan kepada Jokowi-JK, tapi itulah wujud kepenasaranan plus kegemasan rakyat akan perubahan Indonesia yang lebih baik dan lebih baik yang tak kunjung dirasakan. Rakyat sudah tidak sabar menanti perubahan yang tak kunjung tiba yang seharusnya bisa dicapai dalam kurun waktu yang tidak terlampau lama. Rakyat sudah lama terkungkung dalam keterpurukan dan kegalauan yang menyiksa, sedangkan pemerintah tidak berani (atau tidak mau?) move on. Partisipasi yang ditunjukkan rakyat saat ini adalah gambaran kepenasaranan, kegemasan dan ketidaksabaran yang dapat diterjemahkan sebagai berikut: “Let’s move on, Mr. President! We hate poverty! We hate being left behind!”   

Seluruh rakyat Indonesia saat ini menaruh harapan besar kepada pemimpin baru kita, Jokowi-JK, untuk dapat merubah wajah bangsa ini menjadi lebih baik dan tidak “ndeso”. Rakyat Indonesia yang sudah “kerempeng” sekian lama sudah sangat mendambakan postur tubuh ideal dan sudah tidak sabar untuk melangkah keluar dari garis dan zona keterpurukan ekonomi; kemiskinan dan kemelaratan.  Keinginan rakyat pun tidak muluk-muluk, yang penting cukup makan dengan gizi yang cukup, cukup sandang, dan cukup papan. Rakyat tidak membutuhkan makan yang berlebihan sehingga memiliki perut buncit six month seperti para koruptor. Rakyat pun tidak mengharapkan postur tubuh six pack ala binaragawan/wati. Rakyat hanya berharap tidak lapar, tidak miskin, tidak sakit (kalau pun sakit rakyat bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang murah dan memadai), tidak buta huruf, dan tidak menganggur.

Rakyat Indonesia saat ini seperti memperoleh optimisme, semangat dan harapan baru di pundak Presiden dan Wakil Presiden kita yang baru. Rakyat sudah sejak lama merindukan sosok pemimpin rakyat yang rendah hati, mengerti  keinginan dan kebutuhan rakyat dan mau mengabdi untuk kepentingan rakyat. Rakyat sudah bosan dengan janji-janji muluk yang sulit direalisasikan (to good to be true); lain di bibir lain di hati. Sebagai pemimpin baru, Jokowi-JK tentunya bisa memenuhi optimisme, semangat dan harapan-harapan rakyat untuk menatap dan merasakan masa depan yang lebih baik. Rakyat sedang ber-harap-harap gemas menantikan kemajuan di berbagai segi kehidupan, kesejahteraan rakyat dan kemakmuran di negeri ini.

Selamat dan sukses atas pelantikan Ir. H. Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia ke-7 dan Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia! Saatnya Indonesia melangkah maju dalam optimisme, semangat dan harapan baru. Rakyat menatap optimisme, semangat dan harapan baru tersebut di wajah Jokowi-JK. Sebagaimana kata Mohammad Hatta (Wakil Presiden pertama Indonesia) bahwa “Aku ingin membangun negeri ini dimana seluruh rakyat turut merasa bahagia!”, maka kini pun rakyat Indonesia ingin merasa bahagia di bawah kepemimpinan Jokowi-JK sebagai penentu Langkah Baru Indonesia.  

“Semoga Jokowi-JK tetap memegang teguh dan melaksanakan amanat rakyat, menyentuh hati dan jantung rakyat dan melebur ke seluruh pelosok nusantara (Indonesia Raya) dengan kerja…kerja…dan kerja! Jika demikian maka rakyat Indonesia sedang menggenggam harapan baru untuk hidup dan kehidupan bangsa dan negara yang  lebih baik! Sehingga wajah Indonesia akan tegak dan terangkat di antara bangsa-bangsa lain!” 

“Welcome, Mr. President! Welcome, Mr. Vice President! Indonesian People love you! Indonesian people is supporting you! You are of the people, by the people and for the people--Indonesian people!”

October 16, 2014

RUMAH MUGER: Mauri Yehu, Oli Ati Gu

Puncak Perayaan Bulan Keluarga/HUT GMIT 31 Oktober 2011
RUMAH MUGER: Mauri Yehu, Oli Ati Gu: Oleh: Pietro T. M. Netti Tuan Rumah RUMAH MUGER MAURI YEHU ( Sumba: Gracia, Untuk Hari Esok ) Ole...Na Morukku Had...[Baca selengkapnya!]


October 14, 2014

Rakyatlah Yang Terhormat


Oleh: Pietro T. M. Netti
Tuan Rumah RUMAH IDE & KREASI

Kisruh Anggota Dewan (Ilustrasi: BeritaSatu.com)
Melihat tingkahmu yang terekam beberapa saat lalu, jelaslah bahwa anda bukan yang terhormat. Langkah awalmu sudah mencoreng muka sendiri dengan berlaku seperti anak TK (kata alm. Gus Dur) walaupun anda dan anda bukanlah murid Taman Kanak-Kanak. Anda sendiri secara gamblang mendeklarasikan diri bahwa anda memang tidak terhormat dan tidak layak untuk dihormati. Anda sendiri yang melumuri wajah sendiri yang mungkin tidak jelek(?) atau yang sudah jelek(?) dengan lumpur busuk. Jelaslah kini bahwa anda memang jelek dan bertambah jelek, busuk dan tidak terhormat. Rakyat, si pemegang kedaulatan tertinggilah yang patut disebut sebagai YANG terhormat.

Sebenarnya siapa pun anda bisa saja menyandang gelar Yang Terhormat (YTh) jika siapa pun anda itu sudah memperlihatkan rekam jejak yang baik dan positif. Ada proses panjang yang patut anda lewati sebagai ujian untuk memperoleh gelar Yang Terhormat tersebut. Fakta membuktikan bahwa sebagian besar dari anda yang sekalipun sudah diuji selama sepuluh tahun tidak juga menunjukkan hasil/nilai baik dan positif untuk layak mendapatkan gelar YTh. Bahkan nilai yang anda cetak hanyalah bernilai 1 dari skala 1-4 yang artinya tidak lulus, dan bahkan lagi tidak lulus dengan predikat tidak terpuji dan memalukan; sebuah rekor nilai ditambah predikat ketidaklulusan yang tidak pernah ada dan tidak pernah dimiliki oleh siapa pun di belahan dunia mana pun. Ya, sebuah rekor yang hanya milik anda.

Tradisi memberi gelar Yang Terhormat sejak awal menginjakkan kaki di gedung kura-kura ini sebaiknya ditinjau kembali. Layaknya dalam system pendidikan formal yang berlaku di negeri ini, gelar baru boleh diperoleh setelah melewati sebuah tahapan panjang yang tidak mudah. Gelar tersebut baru boleh disandang jika prilaku, pikiran dan perasaan anda semua berpihak kepada rakyat yang diwakili. Dalil memperjuangkan kepentingan rakyat harus betul-betul diterjemahkan ke dalam kebijakan-kebijakan yang pro rakyat. Dalil memperjuangkan kepentingan rakyat jangan menjadi alasan untuk memperbesar pundi-pundi pribadi anda dan keluarga anda alias korupsi.

Rakyat juga sering disuguhi  dengan adegan dan tontonan yang tidak lucu, tidak cerdas dan tidak mendidik dari sebagian dari anda yang sama sekali tidak mencerminkan martabat yang terhormat. Pemandangan yang bertolak belakang dengan kehendak rakyat justru sering datang dari dalam kura-kura senayan. Ruang persidangan dijadikan sebagai tempat untuk melepas lelah alias tidur-tiduran, arena bermain, dan bahkan dijadikan sebagai ruang yang aman dan bebas untuk menikmati adegan mesum yang mengumbar sayhwat dari gadget pribadi (dan mudah-mudahan tidak dijadikan sebagai tempat yang aman untuk bermesum ria).  

Gudang yang mirip kura-kura ini seharusnya menjadi simbol negara untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, bukan sebagai simbol tarik ulur kepentingan dari pihak-pihak  yang ingin unjuk kekuatan oleh karena ego dan ambisi pribadi/kelompok tertentu. Bibit-bibit kesejahteraan dan kemakmuran rakyat seharusnya disemai dan dirawat di dalam gedung yang terhormat ini dan selanjutnya bisa berdampak pada tumbuh kembang kehidupan rakyat yang lebih baik ke depannya. Gedung sebagai simbol negara yang terhormat seharusnya ditempati pula oleh pribadi-pribadi yang siap mati untuk rakyatnya.

Saya yakin anda yang membaca tulisan ini tidak sensi  alias tidak akan tersinggung dan tidak sakit hati karena anda tidak termasuk dalam kelompok yang disebutkan di atas. Begitu pula dengan anda yang merasa yang terhormat tidak akan merasa dilecehkan dengan tulisan ini karena anda memang tidak pernah melakukan sebagaimana yang telah disebutkan di atas, atau karena anda tidak sedikit pun berencana/berniat melakukan sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Jika demikian, maka pada saatnya nanti anda berhak dan layak menyandang gelar YTh. (Yang Terhormat) bersama-sama dengan Rakyat yang memang Terhormat. Jika tidak demikian, maka anda pun dengan sendirinya diwisudakan dengan gelar Ytth.B. (Yang Tidak Terhormat dan Bejat), dan Rakyat tetaplah Yang Terhormat.

October 8, 2014

Teori: Cara Cepat Belajar Melodi


Oleh: Pietro T. M. Netti
Tuan Rumah RUMAH IDE & KREASI

Melodi

Wikipedia bahasa Indonesia mendefinisikan melodi sebagai berikut; “Melodi (dari Yunani μελῳδία - melōidía, bernyanyi, berteriak) atau disebut juga suara adalah suksesi linear nada musik yang dianggap sebagai satu kesatuan. Dalam arti yang paling harfiah, melodi adalah urutan nada dan jangka waktu nada, sementara, dalam arti lain, istilah tersebut memasukkan suksesi unsur musik lain seperti warna nada.”

“Melodi sering terdiri dari satu atau lebih frasa musik atau motif, dan biasanya diulang-ulang dalam lagu dalam berbagai bentuk. Melodi juga dapat digambarkan oleh gerak melodis mereka atau nada atau interval (terutama yg diperbantukan atau terpisah-pisah atau dengan pembatasan lebih lanjut), rentang pitch, dan melepaskan ketegangan, kontinuitas dan koherensi, irama, dan bentuk.”

Dalam bermusik, tidak bisa dipungkiri bahwa melodi adalah hal yang sangat penting dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari musik. Melodi merupakan permainan notasi yang menghadirkan tinggi-rendah nada dalam pola dan ritme/irama tertentu. Melodi     secara jelas menggambarkan alur dari sebuah kedalaman penghayatan dan ekspresi yang terbentuk dalam alunan nada. Melodi adalah untaian frasa dan kalimat notasi/nada yang membentuk sebuah komposisi lagu.

Dengan demikian, secara umum ada tiga cara yang dapat dipakai sebagai acuan untuk belajar bermain melodi:
  1. Memainkan notasi sesuai dengan notasi/ragam dari sebuah lagu (melodi lagu),
  2. Memainkan notasi yang diambil berdasarkan pecahan notasi dari struktur  akord lagu (improvisasi), dan
  3. Memainkan notasi yang tidak terikat sama sekali pada notasi/ragam lagu maupun pada akord yang dimainkan dalam sebuah lagu (improvisasi).
Pada kesempatan ini, saya ingin berbagi beberapa catatan tentang Teori: Cara Cepat Bermain Melodi yang dihimpun dari berbagai sumber. Catatan-catatan ini merupakan catatan pribadi yang kiranya dapat memberi manfaat kepada kita semua yang ingin mengembangkan keahlian dan ketrampilan bermain musik khususnya bermain melodi

Bermain  Scales & Modes by: Inung K. Arisasangka

Bermain melodi sama dengan bermain SKALA atau MODE. Melodi merupakan rangkaian SKALA atau MODE yang dibunyikan dengan pola tertentu. Pada SKALA yang sama, jika pengolahannya berbeda, maka citra nadapun dapat berbeda.

SKALA & MODE merupakan serangkaian nada yang memiliki interval/jarak antar nada tertentu. Perbedaan keduanya terletak pada fungsi. SKALA menentukan harmoni. MODE mengekspresikan suatu variasi melodi.

SKALA ditemukan di jaman Yunani kuno, yang mana SKALAnya mengambil nama suku yang paling berpengaruh; Dorian, Phrygian, dll., pola SKALAnya tidak seperti MODE Dorian, Lydian, dll. Pada abad pertengahan, musisi-musisi gereja merubah pola itu menjadi seperti sekarang dan memperkenalkan nama SKALA menjadi MODE.

Perbedaan antar MODE adalah pada “Tonaliti”nya. Misalnya pola SKALA Mayor; pola ini dikenal sebagai MODE Ionian. Masih pada pola yang sama, jika dimainkan dari titik II (titik kedua) kunci A berarti kita memulainya dari B (contoh pada gitar), pola itulah yang dikenal sebagai MODE Dorian. Jika dimulai dari titik III  kunci A, berarti dimulai dari C#, yang adalah MODE Phrygian.

Tiap SKALA maupun MODE memiliki interval/jarak tertentu. Jarak antar nada inilah yang menentukan karakteristik SKALA atau MODE. Misalnya di Indonesia (SKALA Pelog, Bali dan Javanese), di Jepang (SKALA Kumoi, Iwato, Japanese dan Ichikosucho), di China, Arab, Persia, Mongol, dll.

Mode & 92 Skala (Inung K. Arisasangka):