[http://www.kompasiana.com/pietronetti/sakitnya-tuh-di-sini-di-gigi-ini_56200601e122bde7068b4568]
October 16, 2015
Sakitnya tuh di sini…! Di gigi ini…!
Oleh: PIETRO T. M.
NETTI
Peringatan Penulis:
Tulisan
ini sengaja dibuat bertele-tele,
tidak “to the open” (maksudnya: to the
point). Maklum napsu curhat lagi
berada di puncak tertinggi!
Sebenarnya poin dari tulisan ini adalah “cara
mudah dan ampuh menghilangkan rasa sakit di gigi yang sangat membandel/menyiksa.”
Jika pembaca ingin ikut menikmati “ke-bertele-tele-an-ku”, silahkan membaca
tulisan ini dari awal hingga akhir! Tapi jika pembaca tidak sabar untuk
langsung merenggut poinnya (apalagi
yang sedang menderita sakit gigi),
silahkan lewati saja bagian awal hingga mendekati bagian akhir, dan langsung
saja menuju ke sasaran di bagian akhir dari tulisan ini! Selamat membaca,
semoga bermanfaat!
“Oohh….sakitnya…!!
Sakitnya tuh di sini…!! Di gigi ini…!!” (Sambil menunjuk ke arah gigi)
Itulah penderitaan yang kualami di awal tahun 2012 silam
karena sakit gigi yang berlarut-larut
dan berkepanjangan. Ya, rasa sakit yang belum pernah kualami sebelumnya
walaupun masalah pada gigiku sudah terjadi sejak masa kanak-kanak. Pentingngya
kesehatan gigi baru kusadari sejak rasa sakit yang tak tertahankan menyerang
dengan dahsyatnya. Ungkapan “Sakit kok
dipiara?!” menjadi penyesalan yang tak terlupakan.
“Nasi sudah menjadi
bubur, mau diapakan lagi? Buburnya harus ditelan. Toh, bubur juga baik untuk
penderita sakit gigi, tidak perlu bersusah payah untuk mengunyah dan mengunyah.
Hehe….!”
Saking dahsyatnya, serangan-serangan
tidak hanya tertuju pada area gigi/gusi semata, melainkan menjalar hingga ke
seluruh area permukaan kulit wajah, kepala hingga ke leher dan pundak. Jika
sakit menyerang maka tak ada lagi pijakan dan tumpuan untuk menopang. Semua
area dari kepala, leher hingga pundak terasa sangat sakit jika disentuh.
Padahal sentuhan juga merupakan
sebuah terapi yang seharusnya bisa sedikit melegakan dan meredakan rasa sakit.
“Oohh…Tuhan…! Kenapa
harus begini..? Tolong, Tuhan…! Aduuhhh…bangsaatt…! Pukara’a…! Mai pung fer…! Pung
sakit lai…! Lebe bae mati sa…!”
Demikian kata-kata/kalimat-kalimat doa(?) bercampur makian/umpatan
yang selalu terujar dari mulut tempat sakit bersarang saat serangan itu datang.
Sebetulnya serangan-serangan awal bisa teratasi dengan setengah tablet obat penenang (tak perlu
disebut merknya, tapi inisialnya “P”), tapi ketenangan
yang diharapkan tidak berlangsung cukup lama, hanya berkisar setengah hingga
satu jam, dan kambuh lagi. Setengah tablet ditelan lagi….dan setengah lagi…..dan
lagi…..hasil akhirnya tetap sama dan sebangun. Di hari-hari berikut dosis obat
setengah tablet sudah tidak lagi berkhasiat sama sekali. Dosis ditambah menjadi
menjadi satu/dua tablet setiap setengah dan/atau satu jam dan hasilnya sama
saja. Malah muncul ketakutan akan terjadinya overdosis dari setengah-setengah dan satu-satu atau dua-dua tablet
yang ditelan itu.
Di tengah rasa sakit yang menyiksa, kukerahkan seluruh daya
ingatku untuk menggali kembali resep-resep atau ramuan-ramuan atau obat-obat
lain yang pernah dipakai dulu. Teringat olehku salah satunya adalah obat
cair/tetes (tidak perlu disebut merknya, tapi inisialnya “K”) yang cukup bahkan
boleh dikatakan sangat ampuh menghilangkan rasa sakit pada gigi berlubangku
dulu. Cara penggunaannya sangat mudah, obat tersebut diteteskan pada kapas,
kemudian kapas tersebut dimasukkan ke dalam lubang yang ada di gigi. Hasilnya
langsung terasa, hanya beberapa detik/menit rasa sakit berangsur-angsur hilang,
walaupun area di sekitar samping lidah dan dinding pipi bagian dalam terasa
sedikit panas seperti terbakar dan menebal, tapi kuabaikan saja. Yang
kuinginkan saat itu ialah hanya satu: sembuh, sembuh dan sembuh (titik). Setiap
saat ketika rasa sakit menghampiri, obat tetes “K” pun beraksi. Namun berkat
keampuhannya, obat tetes “K” ini pula yang telah merenggut hampir seluruh gigi gerahamku
saat ini.
“Lagi-lagi nasi sudah
menjadi bubur, mau diapakan lagi? Buburnya harus ditelan. Toh, bubur juga baik
untuk mereka yang tidak bergigi geraham, tidak perlu bersusah payah untuk
mengunyah dan mengunyah. Hehe…!”
Penggunaan obat “K” sudah tidak mungkin dilakukan, karena
masalah bukan lagi pada gigi yang berlubang, tapi pada akar-akar gigi yang
masih tertinggal di gusi. Sebenarnya, jika mau, bisa saja kuoleskan obat “K”
tersebut di permukaan gusi, tapi untuk menjaga agar gigi-gigi lain tidak ikut
punah maka obat “K” ditendang keluar dari pikiranku. Resep-resep lain pun
kucoba termasuk resep tradisional, mulai dari berkumur alkohol, obat kumur
(tidak perlu disebut merknya karena memang lupa namanya), air hangat dicampur garam, ramuan dengan bawang
merah, bawang putih, dan rempah-rempah lainnya yang disebut-sebut dapat
menghilangkan rasa sakit pada gigi, dan akhirnya berkunjung ke dokter.
Hasilnyapun lagi-lagi sama.
“Aku tak sanggup lagi….menerima
derita ini…. Aku tak sanggup lagi….menerima semuanya……!! Lebih baik sakit hati….dari
pada sakit gigi ini….. Aku tak mengapa… Rela, rela… Aku rela, relakan…! Rela,
rela… Aku rela, relakan…!”
Itulah penggalan-penggalan syair lagu (tak peduli lagu pop
atau dangdut) yang selalu terngiang di telinga di kala sakit menyerang. Rasa
sakit yang kualami berlangsung hanya dalam waktu-waktu tertentu. Malam (mulai
sekitar jam 22.00-05.00 pagi) adalah masa-masa penderitaan yang harus
kutanggung sendiri; ……kumau tak seorang
kan merayu//tidak juga kau…… (penggalan Sajak “Aku”-Chairil Anwar). Siang (mulai
dari pagi 05.00-22.00 malam) adalah masa-masa bahagiaku, seolah tak ada masalah
sedikitpun yang terjadi dengan gigiku. Begitu seterusnya hingga dua bulan
lamanya. Bisa dibayangkan, dua bulan bukanlah waktu yang singkat untuk bisa
bertahan dalam penderitaan dan nestapa.
Dalam kurun waktu dua bulan tersebut, banyak perkara yang kusimpan dalam hidup dan yang terjadi
berhubungan dengan sikap ketidakmampuanku menghadapi rasa sakit yang terus
menerpa. Sebagai manusia ber-Tuhan, doa selalu kupanjatkan di saat beban yang
sangat berat terus menghimpit gerahamku. Sebagai manusia lemah, caci-maki dan
umpatan pun turut mengiringi penderitaan yang kualami.
Itulah manusia yang memiliki dua sisi kehidupan sekaligus; sisi terang dan sisi gelap yang saling berhimpitan. Kekuatan dari Tuhan selalu
diharapkan oleh setiap anak-anak terang untuk mampu menjalani semua
kepahitan/kesesakan hidup termasuk yang terjadi dengan gerahamku. Namun rasa
putus asa, menyerah dan tak berdaya pun turut membayangi di kala beban yang
dipikul di gerahamku begitu beratnya. Percaya atau tidak, kejadian ini
menghadirkan sebuah fakta unik dari sisi kemanusiaanku. Doa disambung dengan
caci-maki/umpatan, dan sebaliknya caci-maki/umpatan digandeng dengan doa
dikemas menjadi satu kesatuan yang utuh. Kuyakin hal ini sia-sia di hadapan
Tuhan, tapi itulah yang terjadi.
“Ampunilah hamba-Mu,
ya Tuhan-ku!”
Penderitaanku berakhir ketika tanpa sengaja (alias cuma iseng-iseng) kucoba melakukan
resep yang sebenarnya sudah kutemukan saat “browsing” di awal-awal bulan
pertama saat rasa sakit mulai membombardir.
Namun karena sebegitu banyaknya ramuan yang telah kucoba satu per satu tidak
juga membuahkan hasil, maka kutinggalkan begitu saja ramuan atau tip yang
sebenarnya sangat ampuh ini. Soalnya, resep atau ramuan ini tidak menggunakan
rempah-rempah apa pun, sehingga dalam pikiranku mana mungkin bisa memiliki
khasiat(?). Penyesalan sempat datang: “Kenapa
tidak tidak dilakukan sejak awal?” Kalau saja dilakukan sejak awal maka penderitaan
akibat rasa sakit yang menjerumuskan pada kejadian-kejadian yang sia-sia (penuh
dosa) tidak perlu terjadi.
“Ampunilah hamba-Mu,
ya Tuhan-ku!”
Resep Pertama yang kuterapkan cukup ampuh,
setidaknya bisa membuatku lega dari rasa sakit untuk beberapa puluh menit
bahkan bisa sampai satu/dua jam.
“Terima kasih, Tuhan,
atas resep yang telah kusia-siakan sejak awal!”
Setiap rasa sakit menghampiri, resep tersebut kulakukan
sebagai senjata pembunuh, dan jreeeng…hilang
rasa sakitnya. Begitu seterusnya hingga beberapa hari (malam) lamanya selalu jreeeng... Saya pun tidak perlu merasa
kuatir dengan penggunaan resep ini secara berulang-ulang atau secara
terus-menerus, karena resep ini sama sekali tidak mengandung bahan kimia
berbahaya atau memberikan efek samping yang merugikan kesehatan secara medis
dan tidak menyebabkan overdosis.
Setelah beberapa hari penggunaan resep ini, baru kusadari ternyata
ada efek negatifnya juga di samping efek positifnya yang ampuh. Efek positif
yang dirasakan adalah memang hilang rasa sakitnya sama sekali, sedangkan efek
negatifnya adalah kecapaian dan kurang isterahat. Kenapa kecapaian dan kurang
isterahat? Karena berselang hanya beberapa puluh menit atau satu/dua jam,
terapi tersebut harus dilakukan lagi dan lagi hingga pagi menjelang, sehingga
kesempatan untuk bisa tidur pulas di malam hari sangatlah sedikit. Sebenarnya
resep pertama dengan efek positifnya ini sudah membuatku merasa sangat dan
sangat nyaman, hanya saja jika melihat dampak negatifnya akan sangat berbahaya bagi
kesehatan tubuh dan jiwaku jika kulakukan dalam jangka waktu yang lama.
Akhirnya kuputuskan secara bulat dari lubuk hati terdalam
untuk mencoba Resep Kedua yang juga telah kusia-siakan sejak
awal penelusuran di mesin google. Dan ternyata resep kedua ini sangat-amat-terlalu ampuh dan mujarab.
Rasa sakit yang menyiksa langsung hilang tak berbekas sama sekali, dan tidak
perlu lagi melakukan terapi ini berulang-ulang sampai pagi sebagaimana yang
kulakukan dengan resep pertama. Ketika rasa sakitnya hilang, tidak kurasakan
sedikitpun tanda-tanda bahwa sebelumnya pernah ada rasa sakit yang begitu
beratnya di gigi. Sekali lagi hilang tak
berbekas. “Aneh bin ajaib!”
“Terima kasih, Tuhan,
atas resep yang juga telah kusia-siakan sejak awal!”
Jika diingat-ingat, penerapan resep kedua ini berlangsung
hanya sekali atau paling banyak dua kali dalam semalam (rata-rata hanya sekali).
Semenjak penggunaan resep kedua ini, tidur lelap di malam hari pun telah
menjadi bagian terindah dalam hidupku yang hilang dalam dua bulan terakhir.
Resep kedua ini pun sama sekali tidak memiliki efek samping yang berbahaya bagi
kesehatan, karena sebagaimana resep pertama, resep kedua ini pun tidak
mengandung bahan-bahan kimia berbahaya, dan juga tidak (sekali lagi: tidak!)
membuat pengguna mengalami overdosis atau
ketagihan.
Bagi para pencinta
sakit gigi yang segera ingin pindah
ke lain hati, sebaiknya menerapkan resep kedua ini. Dijamin, resep kedua
ini sangat (sangat 10x) ampuh menyelesaikan permasalahan sakit yang menghimpit
gigi anda. Buktinya, sampai dengan detik ini (saat menulis artikel yang bertele-tele ini, di tahun 2015 ini)
yang kurasakan adalah: “bebas…lepas…kutinggalkan
semua beban di ‘gigiku’….melayang kumelayang jauh…!” (Bebas-Iwa K)
Awal penggunaan resep kedua ini memang dirasakan kejutan sakit (nyut-nyut) seperti tertusuk (dalam bahasa Kupang: ta tikam) pada sumber sakitnya. Tapi
tidak perlu kuatir, karena “nyut-nyut” dan/atau “ta tikam” tersebut hanya
berlangsung sekejap/sekilas/sesaat/sekedip. Kalau boleh digambarkan, rasa
tersebut hanya muncul sekali dalam
waktu cuma sedetik kurang. Dan rasa
ini selalu terjadi setiap kali resep kedua ini dilakukan.
Dan terakhir adalah Resep
Ketiga sebagai resep utama atau resep kunci dari kedua resep di atas.
Sebanyak apapun resep pertama dan kedua dilakukan, atau sebaik apapun manfaat
dan khasiat resep pertama dan kedua, jika tidak melakukan resep ketiga maka
anda belum mampu move on ke lain
hati. Anda akan terus dan harus melakukan resep-resep tersebut sampai tua. Jadi
jangan abaikan resep ketiga ini jika anda ingin kembali merasakan “Sakitnya tuh
di sini…!” (sambil menunjuk gigi)!
Demikian tulisan yang sangat bertele-tele ini yang sampai di titik
inipun belum tertera poin-poin pentingnya secara gamblang.
“Terima kasih untuk
anda yang masih setia membaca hingga detik ini! Walaupun anda dikategorikan
sebagai seorang pemberontak dan/atau pembangkang yang tidak mengindahkan
peringatan di awal tulisan ini, tapi anda adalah tipe pembaca/penyimak yang
setia dan sabar!”
Kini saatnya tabir dibuka untuk diketahui, pergunakan dan dilaksanakan secara saksama dan dalam tempo
yang sesingkat-singkatnya. Boleh percaya, boleh tidak, tapi kupercaya yang
telah kulakukan, yang telah kualami dan yang telah kurasakan. Perubahan rasa
itu nyata, dan selamat tinggal sakit gigi!
Resep Pertama : Berkumur dengan Air Es.
Resep Kedua : Berkumur dengan Air Panas (Bukan Air Hangat, bukan pula Air Mendidih).
Resep Ketiga : Jaga pola makan yang baik untuk mencegah
naiknya Asam Lambung.
[http://www.kompasiana.com/pietronetti/sakitnya-tuh-di-sini-di-gigi-ini_56200601e122bde7068b4568]