March 29, 2015
Mengenal Penulisan Notasi Angka Dalam Birama 6/8
Oleh: Pietro T. M.
Netti
Tuan Rumah RUMAH IDE & KREASI
Pada beberapa tahun silam saya pernah disodorkan teks lagu
dalam notasi angka yang benar benar sangat membingungkan. Lagu tersebut adalah
lagu yang terambil dari himpunan nyanyian Dua Sahabat Lama (DSL) No 108
“PERSEMBAHAN DIRI”, salah satu lagu yang terdapat di dalam Liturgy Kebaktian
Minggu Pra Paskah (Minggu Sengsara). Lagu tersebut adalah lagu yang akan
dinyanyikan oleh para peserta Katekisasi pada prosesi Peneguhan dan Pemberkatan
sebagai anggota Sidi Baru.
Saya katakan sangat
membingungkan karena penulisan simbol-simbol notasi tersebut tidak sesuai
dengan apa yang telah saya pelajari dan pahami sebelumnya tentang membaca dan
memainkan notasi angka. Bahkan apa yang muncul dalam pikiran saya saat itu adalah
bahwa penulisan simbol notasi yang membingungkan
itu mungkin saja “salah”. Tetapi
apakah memang mungkin penulisan simbol-simbol tersebut “salah”(?), sedangkan lagu yang disodorkan adalah teks fotocopy yang berasal dari sumber asli,
DSL.
Mungkin untuk sebagian kalangan pemain musik hal ini tidak
membingungkan, tapi bagi saya yang pada saat itu baru mulai menekuni (mempelajari)
not angka dan lagu/musik gereja benar-benar merasa kewalahan alias tidak bisa memainkannya samasekali.
Mungkin pula, jika ada pemain musik yang telah mengetahui lagu tersebut (bisa
menyanyikan) tidak akan mengalami kesulitan seperti yang saya hadapi saat itu,
karena tidak perlu lagi bersusah payah membaca simbol-simbol notasi yang “salah” itu.
Dalam not angka, biasanya, terdapat birama yang terdiri
dari sejumlah ketukan: lagu dengan birama 1
ketuk, 2 ketuk, 3 ketuk, 4 ketuk, 5 (3+2) ketuk, 6 ketuk, 6 (3x2) ketuk, 9
(3x3) ketuk, dll. Setiap not atau simbol seperti titik (.) atau nol (0)
yang berdiri sendiri adalah Not 1/4
dengan harga 1 (satu) ketukan. Not yang mendapat satu bendera adalah Not 1/8
dengan harga 1/2 ketukan, dua bendera
adalah Not 1/16 dengan harga 1/4
ketukan. Sejauh ini saya belum menemukan (mungkin ada) not dengan tiga bendera di dalam lagu-lagu not
angka; jika ada maka not tersebut adalah Not
1/32 dengan harga 1/8 ketukan (Lihat
Gambar!).
Kebanyakan lagu-lagu dalam Not Angka, bendera (garis di atas not) yang menentukan harga notasi tidak
digunakan pada satu not yang berdiri sendiri atau not tunggal. Biasanya bendera
(satu, dua atau tiga bendera), sejauh
pengamatan saya, menghubungkan satu not dengan not yang lainnya. Dalam lagu di
atas, bendera dipasang pada not
tunggal yang sangat menyulitkan saya untuk menemukan cara yang tepat untuk membaca/menyanyikan
dan memainkannya dengan musik. “Mungkinkah
ada kesalahan?” Seperti yang sudah saya katakan di atas, tidak mungkin
penulisan simbol bendera pada not tunggal
tersebut “salah”, karena memang teks
aslinya sudah seperti itu.
“Tetapi bagaimana
membacanya atau menyanyikannya atau memainkannya?”
Saya mencoba mencermati kembali satu per satu yang tertulis
di dalam teks lagu tersebut mulai dari Judul Lagu, Nada Dasar, Birama dan Isi
Lagu dari awal hingga akhir. Masalah baru pun muncul ketika saya menemukan birama lagu yang ditulis adalah birama
6/8. “Kok bisa biramanya 6/8?”
Padahal kalau mau dihitung-hitung, berdasarkan pemahaman saya, jumlah dan harga
not yang ada di setiap birama di dalam lagu tersebut tidaklah sesuai. 6/8
artinya ada 6 not 1/8 yang menjadi patokan tempo.
Jika kita menghitung berdasarkan penulisan pada lagu di
atas, not 1/8 berjumlah rata-rata hanya 2 not (bukan 6) di setiap biramanya. Bahkan
secara kasat mata, saya menghitungnya hanya terdapat 3 ketukan di setiap
biramanya. Pada birama pertama, misalnya, not 1/4 yang berharga 1 ketukan (tanpa
bendera) hanya terdapat 2 not, dan not 1/8 yang berharga 1/2 (atau yang
mendapat satu bendera) juga hanya ada 2 not. Berarti 1 + 1 + ½ + ½ = 3, atau secara berturutan bisa dihitung
sebagai berikut: 1 + ½ + 1 + ½ = 3. “Lantas
kenapa 6/8?” Lagi-lagi pertanyaan itu yang muncul (Lihat Gambar: tulisan
berwarna Hitam!).
Segala upaya saya kerahkan untuk mengungkap rahasia di
balik birama yang bertuliskan angka 6/8. Dari segi makna 6/8 yang sudah saya
sebutkan di atas, sudah jelas tidak bisa membuat saya sampai pada sebuah
kesimpulan yang tepat tentang cara membaca/menyanyikan/memainkan notasi lagu
ini. Fakta dan data pada teks lagu telah membuktikan tidak terdapat unsur 6 dan
8-nya samasekali.
“Apakah 6/8 itu?
Mengapa harus 6/8?” Sambil terus bertanya dalam hati, tiba-tiba muncul
sebuah titik terang yang menjuruskan saya pada sebuah kesimpulan sementara yang
mungkin saja akan menjadi kunci jawabannya. Saya teringat angka 6/8 juga ada
pada jenis irama musik (style musik)
yakni irama/style Slow Rock 6/8.
Irama Slow Rock adalah irama 4 ketukan dengan 6 not 1/8 menjadi patokan tempo.
Karena terdapat 4 ketukan dalam setiap biramanya maka 6 not 1/8 tersebut dikali
2 lagi (6x2) sehingga menjadi 12 not 1/8 di tiap birama. Atau, dengan kata
lain, dalam 4 ketukan, terdapat 3 not 1/8 di setiap ketukannya; 4x3=12 (4 ketuk
dikali 3 not 1/8 sama denga 12 not 1/8).
Berikut ini adalah cara membaca/menyanyikan/memainkan lagu
DSL 108 dengan penulisan simbol notasi yang lain tanpa merubah komposisi
lagu:
Hingga pada titik ini, tersingkaplah segala rahasia di
balik angka 6/8 yang sempat membingungkan dan melelahkan karena telah begitu
banyak menguras energi rasa dan energi pikir. Walaupun sempat “letih”, penyingkapan kode 6/8 ini
kembali memberi energi dan spirit baru yang menyegarkan hati dan pikiran saya
untuk terus menyingkap dan mengungkap segala tabir kegelapan yang masih penuh tanda tanya.
Tulisan ini merupakan catatan pribadi saya untuk
mendokumentasikan hasil kerja saya secara mandiri dalam mengupayakan agar sedapat
mungkin memahami (membaca/menyanyikan/memainkan) simbol notasi angka yang ada.
Cara penulisan simbol notasi seperti yang terdapat pada teks DSL tersebut,
menurut hemat saya, sudah jarang ditemukan/dipakai dalam pembuatan arransemen
lagu dengan notasi angka dewasa ini. Saya lebih cenderung mengatakan bahwa cara
penulisan simbol pada lagu DSL tersebut adalah penulisan “gaya lama” yang sudah tidak dipakai lagi saat ini(?).
Di samping itu, tulisan inipun menjadi pelajaran yang
mengingatkan diri saya sendiri agar ketika menemui arransemen lagu-lagu lain
yang masih menggunakan cara penulisan simbol yang serupa, maka cara
membacanya/menyanyikannya/memainkannya mengikuti pola yang ada. Upaya dan hasil
kerja ini tentu masih jauh dari kesempurnaan oleh karena keterbatasan referensi
yang saya miliki. Oleh sebab itu kritik dan saran sangat diperlukan untuk
memberi pencerahan kepada kita semua.
Semoga tulisan ini juga dapat menginspirasi dan memberi
manfaat bagi sahabat-sahabat pemain musik gereja yang lain yang mungkin saja mengalami
hal yang sama seperti yang saya alami sebelumnya. Shallom!
Buku Harian (Diary)
(Bahan Ajar Untuk Siswa/i SD Bertingkat
Naikoten 1 Kupang)
Oleh: Pietro T. M. Netti
(Komunitas Sastra Pukuafu)
PENGERTIAN BUKU HARIAN
Buku Harian atau
Diary adalah: sebuah catatan pribadi
yang berisi kegiatan atau kejadian yang kita alami sehari-hari (http://id.wikipedia.org/wiki/Buku_harian).
Apa yang kita catat/tulis di dalam Buku
Harian adalah:
- Kejadian penting,
- Kejadian menarik,
- Kejadian yang mengesankan,
- Kejadian lucu,
- Kejadian menakutkan, dll
FUNGSI BUKU HARIAN
Buku Harian (Diary) adalah sebagai
- Cerita: Kenangan masa-masa yang pernah kita alami.
- Catatan Sejarah kehidupan kita.
- Opini: Menuangkan ide-ide/pendapat yang terlintas dalam pikiran tentang suatu peristiwa.
- Curahan Hati (Curhat): mencurahkan/mengungkapkan emosi dan perasaan kita atas masalah yang dihadapi.
KATEGORI ISI BUKU HARIAN
- Buku Harian berisi tentang catatan-catatan harian yang bersifat pribadi. Karena bersifat pribadi maka Buku Harian hanya untuk disimpan dan dibaca sendiri oleh kita yang membuatnya. Buku Harian adalah sepenuhnya hak milik kita. Pada umumnya, Buku Harian bersifat pribadi/rahasia. Orang lain tidak diijinkan untuk melihat apalagi membacanya. Orang lain baru boleh membacanya jika kita sendiri yang mengijinkan.
- Ada pula Buku Harian yang ditulis dengan maksud agar orang lain juga bisa ikut membacanya. Buku Harian ini masuk dalam kategori umum/tidak rahasia. Biasanya Buku Harian ini berisi tentang pengalaman-pengalaman pribadi yang dinilai penting dan bermanfaat juga bagi orang, dan cerita-cerita kehidupan yang dikemas dalam bentuk puisi maupun prosa yang menggugah. Intinya, melalui Buku Harian yang kita buat, ada hal-hal positif dan pesan-pesan moral yang ingin dibagikan kepada orang lain agar bisa dijadikan sebagai motivasi dan pelajaran berharga.
ELEMEN DAN FORMAT BUKU HARIAN
Elemen Buku
Harian terdiri dari:
- Komponen Hari, Tanggal, dan Tahun
- Komponen Isi Buku Harian
Format Buku
Harian:
(https://zulkarnainidiran.files.wordpress.com/2008/11/contoh-bahan-ajar-sederhana-bi-smp-zul2008.pdf)
CARA MENULIS BUKU HARIAN
Ada berbagai cara menulis Buku Harian:
- Menulis dalam bentuk sandi-sandi rahasia jika isinya sangat bersifat pribadi/rahasia, sehingga jika orang lain yang membacanya tidak bisa mengerti.
- Menulis dalam gaya bahasa pergaulan sehari-hari sebagaimana bahasa lisan yang kita pakai.
- Menulis dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baku sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
- Menulis dengan menggunakan berbagai gaya bahasa yang indah untuk menyampaikan ide/gagasan/pendapat, contohnya: menulis puisi atau prosa.
Dilihat dari Isi
Buku Harian, jika Buku Harian tersebut masuk dalam kategori pribadi/rahasia, maka bagaimana menulis buku harian, apa saja yang harus ditulis, dan gaya bahasa apa yang harus dipakai,
semua terserah kita. Kita bebas menulis apa
saja yang menurut kita patut ditulis dengan cara dan gaya kita
sendiri sesuai dengan seluruh Cara
Menulis Buku Harian di atas. Tidak ada orang lain yang berhak mengatakan, mengoreksi
dan/atau menilai bahwa apa yang kita buat/tulis di dalam Buku Harian kita itu salah atau harus begini atau harus begitu.
Namanya juga Buku Harian pribadi http://juragancipir.com/pengertian-buku-harian-dan-manfaatnya/).
Namun, jika catatan-catatan di dalam Buku Harian berkategori umum/tidak
rahasia, maka sebaiknya kita perlu memperhatikan bagaimana menulis buku harian yang
baik, apa saja yang harus kita tulis, dan gaya bahasa apa yang harus kita pakai. Berikut ini adalah beberapa
hal yang perlu diperhatikan:
- Saat menulis Buku Harian dengan kategori ini, kita perlu menggunakan bahasa yang mudah dimengerti sesuai dengan standar bahasa yang baik dan benar (Lihat: butir no 3. CARA MENULIS BUKU HARIAN!).
- Apa yang akan/harus kita tulis harus dipikirkan secara matang agar tulisan/catatan-catatan yang kita buat tersusun secara rapi, teratur dan masuk akal (sistematis), sehingga orang lain (pembaca) bisa dengan mudah mengikuti jalan pikiran kita.
- Penggunaan gaya bahasa (majas) sangat penting dalam tulisan/catatan-catatan dalam bentuk puisi maupun prosa (Lihat: butir no. 4 CARA MENULIS BUKU HARIAN!). Gaya bahasa (majas) adalah bahasa kiasan yang dipakai untuk mengungkapkan/mewakili pikiran dan perasaan dari kita sebagai penulis (http://id.wikibooks.org/wiki/Subjek:Bahasa_Indonesia/Materi:Majas). Biasanya bahasa kiasan yang dipakai akan memberikan kesan imajinatif kepada pembaca. Kesan imajinatif dapat diartikan sebagai kesan yang berhubungan dengan kerja akal dalam mengembangkan suatu pemikiran yang lebih luas dari apa yang pernah dilihat, dengar, dan rasakan (http://id.wikipedia.org/wiki/Imajinasi).
PENUTUP
Buku Harian,
bagi banyak kalangan, telah menjadi “sahabat”
(baca: media) tempat mencurahkan isi hati, emosi, dan perasaan, tempat mengadu
dan berkeluh-kesah, dan menjadi tempat menuangkan ide dan pendapat secara
pribadi. Tulisan/catatan yang kita buat di dalam Buku Harian adalah sebuah rekaman
jejak kisah kehidupan kita sendiri yang akan menjadi kenangan terindah dan tak
terlupakan di masa-masa yang akan datang. Pencatatan yang teliti dan akurat
tentang sebuah kisah, peristiwa dan langkah kehidupan kita akan menjadi catatan
sejarah yang berharga setidak-tidak bagi diri/pribadi kita sendiri.
Naikolan, 14 Maret
2015
Catatan:
Buku Harian Anne Frank berjudul Het Achterhuis atau yang lebih
dikenal dengan “The Diary of A Young Girl” telah menuai banyak simpati dari
pembaca sastra dan non-sastra, serta penyangkalan dan penghargaan yang tak ada
habisnya.
Ditulis
oleh seorang gadis remaja yang hidup dalam persembunyian selama masa penjajahan
Nazi Jerman di periode Perang Dunia II, buku harian ini adalah saksi kekejaman
pemerintahan Adolf Hitler serta sumber pembelajaran para ahli sejarah terhadap
nasib kaum Yahudi pasca pendudukan Jerman di negara-negara tetangga (Eropa).
Kisah
di bawah ini bukan cerita fiksi yang dipintal oleh seorang penulis handal,
bukan juga imajinasi seorang penulis amatir yang mencari ketenaran—melainkan
buah pena seorang remaja berusia 13 tahun yang mau tak mau terpaksa berteman
dengan “buku tulis” di tengah tragedi yang melanda Eropa di masa itu. Anne
Frank dan keluarga disembunyikan di loteng rumah tempat Otto Frank (Ayah)
bekerja, yang disebut sebagai SECRET ANNEXE. (http://fiksilotus.com/2012/09/11/buku-harian-anne-frank/).
[http://edukasi.kompasiana.com/2015/03/15/buku-hariandiary-706928.html]
March 21, 2015
Bidadariku
Oleh: Pietro T. M. Netti
Oh....Indah pesona Dewata
Desir ombak di pantai pasir putih
Karya agung lukisan semesta
Nusa indah seribu Pura
Nyanyian alam berkumandang
Gema seruling menyambut riang
Iringi gemulai gerak tarian
Dan senyum manis gadis desa
Lembut tatapmu bagai purnama
Ramah, santun menyinari raya
Kaulah bidadariku
Di antara gemintang khatulistiwa
“SELAMAT MERAYAKAN HARI RAYA NYEPI TAHUN BARU SAKA
1937”
Catatan:
BIDADARIKU adalah lirik lagu yang diciptakan di
Denpasar, 26 Januari 2003