Gambar: portaloka.com |
December 21, 2015
Cara Mengatasi Layar Laptop Yang Hanya Menampilkan Wallpaper Pada Windows 7
Judul di atas sempat membuat saya bingung, hilang akal dan
putus asa ketika laptop kesayangan saya mengalami masalah tersebut. Entah
penyebabnya apa tiba-tiba saja saat me-restart
laptop, tampilan yang muncul pada layar hanya menyisakan wallpaper dan kursor.
Penunjuk kursor yang nampak memang masih
bisa digerakkan kemana-mana tetapi tidak berfungsi sama sekali. Klik kiri “No”, klik kanan pun “No”. Begitu pula seluruh icon software/program yang terinstallasi
hilang lenyap tanpa bekas. Yang lebih
membingungkan lagi adalah hilangnya tombol start
menu yang tenggelam entah di
dasar samudera mana.
“Oo…my God! Apa
yang terjadi dengan laptop saya ini? Apa mungkin karena saya baru-baru ini
tengah asik meng-install dan meng-uninstall beberapa program yang diperlukan dan tidak diperlukan? Mungkinkah proses install-uninstall yang saya lakukan itu menyebabkan
terhapusnya beberapa program inti di laptop saya? Atau apa mungkin laptop saya
sudah terinfeksi virus-virus mematikan? Atau apa mungkin, yang paling saya
takutkan adalah, laptopnya rusak?”
Itulah pertanyaan-pertanyaan yang terus berkecamuk di dalam
kepala dan dada saya. Saya berusaha tenang-setenang-tenangnya untuk meredam
rasa panik yang terus berkecamuk. Setelah agak tenang, muncul pertanyaan baru:
“Apa yang harus saya
perbuat?”
Dengan berusaha tenang, saya mencoba bersikap arif untuk
mengerahkan segala daya upaya yang kiranya bisa mengatasi masalah tanpa masalah. Langkah pertama, saya mematikan
laptop dari tombol power, kemudian
dihidupkan kembali, dan jreeenng….hasilnya
tidak berubah alias tetap sama.
Dengan kepala dingin lagi saya melakukan upaya lain sebagai langkah kedua yang
mudah-mudahan ampuh, yakni: setelah mematikan dari tombol power, saya mencopot battery
laptop kemudian dipasang kembali, dan laptop kembali dinyalakan/dihidupkan
dengan harap-harap cemas. Dan ternyata langkah kedua yang biasanya ampuh ini
menghasilkan output yang benar-benar di luar dugaan saya, yakni: lagi-lagi tidak
berbeda alias masih sama.
Sebagai seorang yang hanya bisa menggunakan laptop (asli pengguna) tanpa pemahaman tentang
masalah-masalah teknis yang berhubungan dengan software maupun hardware
(perangkat lunak maupun perangkat keras), saya hanya bisa memannjatkan
doa-doa tanpa bisa berbuat apa-apa. Memang setiap masalah yang datang harus
dihadapi dan/atau diatasi secara cool. “Hati
boleh panas tapi kepala harus tetap dingin!” Ternyata aksi yang saya lakukan
di atas dengan mematikan dan menghidup dari tombol power, dan mencopot battery
laptop masih merupakan tindakan panik yang tidak patut dicontohi. Itu adalah
tindakan konyol yang bisa berdampak buruk pada kelangsungan hidup laptop.
“So, jangan ditiru!”
Karena masih dalam keadaan panik, hati panas dan kepala pun masih
panas, maka saya dibutakan ingatan saya sehingga lupa kalau sebenarnya ada Om Gugel yang selalu bersedia setiap
saat membantu siapa saja, kapan saja dan dimana saja, asal ada pengajuan permohonan/lamaran dan/atau pertanyaan secara resmi dengan penuh ketulusan dan
kerendahan hati.
“Kepada Yth. Om Gugel
di tempat. Dengan hormat. Yang bertandatangan di bawah ini, Nama: ……(bla-bla-bla)……dst…..
Bersama surat ini turut dilampirkan 2 permasalahan yang sungguh menyiksa hati
dan pikiran saya: (1) cara mengatasi layar laptop yang hanya menampilkan
wallpaper, dan (2) cara mengatasi tombol Start Menu yang hilang……….. Kiranya
surat permohonan ini dapat ditindaklanjuti sebagaimana mestinya. Atas
perhatiannya saya ucapkan limpah terima kasih.” (hehe…)
Memang Om Gugel tidak
turun tangan secara langsung, tapi Om
Gugel akan langsung merespon dengan merekomendasikan orang-orang tertentu
yang dikenalnya yang pernah mengalami hal/permasalahan yang sama dan sebangun dengan si pemohon, atau orang-orang yang memang
memiliki kepakaran di bidang ilmu yang berhubungan dengan permasalahan yang
diajukan. Dan tentunya orang-orang yang direkomendasikan dijamin mampu memberi
solusi dan mengatasi masalah dengan cara
saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Berikut ini adalah penjelasan singkat dan solusi/tips jitu ala @_kazuma
(DapatMasalahDapatIlmu) yang datang atas rekomendasi Om Gugel:
“………… Kejadian di atas tidak hanya muncul pada Windows XP,
pada Windows 7 juga mengalami kejadian seperti ini. Bagi pengguna Windows XP
dan Windows 7 tidak perlu merasa kuatir, karena penyebab hilangnya Start Menu dan Tab Explorer dikarenakan oleh hal yang sama, yaitu tidak berjalannya proses explorer pada
windows. Dan kabar baiknya, solusi untuk mengatasinya juga sama. Bagi yang
sudah terbiasa menggunakan “Task Manager”,
tinggal mengetikkan kata explorer
pada Run dan tekan Enter maka proses explorer pun sudah
berjalan kembali. ………...”
Tahapan-tahapannya sebagai berikut:
2) Klik
“File”
pilih “New Task” atau “Run”!
3) Pada
tampilan jendela yang muncul ketik “explorer” (tidak pakai tanda kutip)!
4) Tekan
Enter
atau klik “Ok”!
Setelah melakukan tahapan-tahapan di atas, tunggu beberapa
saat dan lihat hasilnya. Pada kasus yang saya alami, sampai pada tahapan ini, terbayang syair lagu “Akhirnya…kumenemukan-mu…!”
“Thanks, God, I got
you!”
RUMAH MUGER: Telah Hadir NKB Edisi Akord Cetakan Ke-2 Karya Rum...
NKB Edisi Akord karya Rumah MUGER-Kupang |
October 16, 2015
Sakitnya tuh di sini…! Di gigi ini…!
Oleh: PIETRO T. M.
NETTI
Peringatan Penulis:
Tulisan
ini sengaja dibuat bertele-tele,
tidak “to the open” (maksudnya: to the
point). Maklum napsu curhat lagi
berada di puncak tertinggi!
Sebenarnya poin dari tulisan ini adalah “cara
mudah dan ampuh menghilangkan rasa sakit di gigi yang sangat membandel/menyiksa.”
Jika pembaca ingin ikut menikmati “ke-bertele-tele-an-ku”, silahkan membaca
tulisan ini dari awal hingga akhir! Tapi jika pembaca tidak sabar untuk
langsung merenggut poinnya (apalagi
yang sedang menderita sakit gigi),
silahkan lewati saja bagian awal hingga mendekati bagian akhir, dan langsung
saja menuju ke sasaran di bagian akhir dari tulisan ini! Selamat membaca,
semoga bermanfaat!
“Oohh….sakitnya…!!
Sakitnya tuh di sini…!! Di gigi ini…!!” (Sambil menunjuk ke arah gigi)
Itulah penderitaan yang kualami di awal tahun 2012 silam
karena sakit gigi yang berlarut-larut
dan berkepanjangan. Ya, rasa sakit yang belum pernah kualami sebelumnya
walaupun masalah pada gigiku sudah terjadi sejak masa kanak-kanak. Pentingngya
kesehatan gigi baru kusadari sejak rasa sakit yang tak tertahankan menyerang
dengan dahsyatnya. Ungkapan “Sakit kok
dipiara?!” menjadi penyesalan yang tak terlupakan.
“Nasi sudah menjadi
bubur, mau diapakan lagi? Buburnya harus ditelan. Toh, bubur juga baik untuk
penderita sakit gigi, tidak perlu bersusah payah untuk mengunyah dan mengunyah.
Hehe….!”
Saking dahsyatnya, serangan-serangan
tidak hanya tertuju pada area gigi/gusi semata, melainkan menjalar hingga ke
seluruh area permukaan kulit wajah, kepala hingga ke leher dan pundak. Jika
sakit menyerang maka tak ada lagi pijakan dan tumpuan untuk menopang. Semua
area dari kepala, leher hingga pundak terasa sangat sakit jika disentuh.
Padahal sentuhan juga merupakan
sebuah terapi yang seharusnya bisa sedikit melegakan dan meredakan rasa sakit.
“Oohh…Tuhan…! Kenapa
harus begini..? Tolong, Tuhan…! Aduuhhh…bangsaatt…! Pukara’a…! Mai pung fer…! Pung
sakit lai…! Lebe bae mati sa…!”
Demikian kata-kata/kalimat-kalimat doa(?) bercampur makian/umpatan
yang selalu terujar dari mulut tempat sakit bersarang saat serangan itu datang.
Sebetulnya serangan-serangan awal bisa teratasi dengan setengah tablet obat penenang (tak perlu
disebut merknya, tapi inisialnya “P”), tapi ketenangan
yang diharapkan tidak berlangsung cukup lama, hanya berkisar setengah hingga
satu jam, dan kambuh lagi. Setengah tablet ditelan lagi….dan setengah lagi…..dan
lagi…..hasil akhirnya tetap sama dan sebangun. Di hari-hari berikut dosis obat
setengah tablet sudah tidak lagi berkhasiat sama sekali. Dosis ditambah menjadi
menjadi satu/dua tablet setiap setengah dan/atau satu jam dan hasilnya sama
saja. Malah muncul ketakutan akan terjadinya overdosis dari setengah-setengah dan satu-satu atau dua-dua tablet
yang ditelan itu.
Di tengah rasa sakit yang menyiksa, kukerahkan seluruh daya
ingatku untuk menggali kembali resep-resep atau ramuan-ramuan atau obat-obat
lain yang pernah dipakai dulu. Teringat olehku salah satunya adalah obat
cair/tetes (tidak perlu disebut merknya, tapi inisialnya “K”) yang cukup bahkan
boleh dikatakan sangat ampuh menghilangkan rasa sakit pada gigi berlubangku
dulu. Cara penggunaannya sangat mudah, obat tersebut diteteskan pada kapas,
kemudian kapas tersebut dimasukkan ke dalam lubang yang ada di gigi. Hasilnya
langsung terasa, hanya beberapa detik/menit rasa sakit berangsur-angsur hilang,
walaupun area di sekitar samping lidah dan dinding pipi bagian dalam terasa
sedikit panas seperti terbakar dan menebal, tapi kuabaikan saja. Yang
kuinginkan saat itu ialah hanya satu: sembuh, sembuh dan sembuh (titik). Setiap
saat ketika rasa sakit menghampiri, obat tetes “K” pun beraksi. Namun berkat
keampuhannya, obat tetes “K” ini pula yang telah merenggut hampir seluruh gigi gerahamku
saat ini.
“Lagi-lagi nasi sudah
menjadi bubur, mau diapakan lagi? Buburnya harus ditelan. Toh, bubur juga baik
untuk mereka yang tidak bergigi geraham, tidak perlu bersusah payah untuk
mengunyah dan mengunyah. Hehe…!”
Penggunaan obat “K” sudah tidak mungkin dilakukan, karena
masalah bukan lagi pada gigi yang berlubang, tapi pada akar-akar gigi yang
masih tertinggal di gusi. Sebenarnya, jika mau, bisa saja kuoleskan obat “K”
tersebut di permukaan gusi, tapi untuk menjaga agar gigi-gigi lain tidak ikut
punah maka obat “K” ditendang keluar dari pikiranku. Resep-resep lain pun
kucoba termasuk resep tradisional, mulai dari berkumur alkohol, obat kumur
(tidak perlu disebut merknya karena memang lupa namanya), air hangat dicampur garam, ramuan dengan bawang
merah, bawang putih, dan rempah-rempah lainnya yang disebut-sebut dapat
menghilangkan rasa sakit pada gigi, dan akhirnya berkunjung ke dokter.
Hasilnyapun lagi-lagi sama.
“Aku tak sanggup lagi….menerima
derita ini…. Aku tak sanggup lagi….menerima semuanya……!! Lebih baik sakit hati….dari
pada sakit gigi ini….. Aku tak mengapa… Rela, rela… Aku rela, relakan…! Rela,
rela… Aku rela, relakan…!”
Itulah penggalan-penggalan syair lagu (tak peduli lagu pop
atau dangdut) yang selalu terngiang di telinga di kala sakit menyerang. Rasa
sakit yang kualami berlangsung hanya dalam waktu-waktu tertentu. Malam (mulai
sekitar jam 22.00-05.00 pagi) adalah masa-masa penderitaan yang harus
kutanggung sendiri; ……kumau tak seorang
kan merayu//tidak juga kau…… (penggalan Sajak “Aku”-Chairil Anwar). Siang (mulai
dari pagi 05.00-22.00 malam) adalah masa-masa bahagiaku, seolah tak ada masalah
sedikitpun yang terjadi dengan gigiku. Begitu seterusnya hingga dua bulan
lamanya. Bisa dibayangkan, dua bulan bukanlah waktu yang singkat untuk bisa
bertahan dalam penderitaan dan nestapa.
Dalam kurun waktu dua bulan tersebut, banyak perkara yang kusimpan dalam hidup dan yang terjadi
berhubungan dengan sikap ketidakmampuanku menghadapi rasa sakit yang terus
menerpa. Sebagai manusia ber-Tuhan, doa selalu kupanjatkan di saat beban yang
sangat berat terus menghimpit gerahamku. Sebagai manusia lemah, caci-maki dan
umpatan pun turut mengiringi penderitaan yang kualami.
Itulah manusia yang memiliki dua sisi kehidupan sekaligus; sisi terang dan sisi gelap yang saling berhimpitan. Kekuatan dari Tuhan selalu
diharapkan oleh setiap anak-anak terang untuk mampu menjalani semua
kepahitan/kesesakan hidup termasuk yang terjadi dengan gerahamku. Namun rasa
putus asa, menyerah dan tak berdaya pun turut membayangi di kala beban yang
dipikul di gerahamku begitu beratnya. Percaya atau tidak, kejadian ini
menghadirkan sebuah fakta unik dari sisi kemanusiaanku. Doa disambung dengan
caci-maki/umpatan, dan sebaliknya caci-maki/umpatan digandeng dengan doa
dikemas menjadi satu kesatuan yang utuh. Kuyakin hal ini sia-sia di hadapan
Tuhan, tapi itulah yang terjadi.
“Ampunilah hamba-Mu,
ya Tuhan-ku!”
Penderitaanku berakhir ketika tanpa sengaja (alias cuma iseng-iseng) kucoba melakukan
resep yang sebenarnya sudah kutemukan saat “browsing” di awal-awal bulan
pertama saat rasa sakit mulai membombardir.
Namun karena sebegitu banyaknya ramuan yang telah kucoba satu per satu tidak
juga membuahkan hasil, maka kutinggalkan begitu saja ramuan atau tip yang
sebenarnya sangat ampuh ini. Soalnya, resep atau ramuan ini tidak menggunakan
rempah-rempah apa pun, sehingga dalam pikiranku mana mungkin bisa memiliki
khasiat(?). Penyesalan sempat datang: “Kenapa
tidak tidak dilakukan sejak awal?” Kalau saja dilakukan sejak awal maka penderitaan
akibat rasa sakit yang menjerumuskan pada kejadian-kejadian yang sia-sia (penuh
dosa) tidak perlu terjadi.
“Ampunilah hamba-Mu,
ya Tuhan-ku!”
Resep Pertama yang kuterapkan cukup ampuh,
setidaknya bisa membuatku lega dari rasa sakit untuk beberapa puluh menit
bahkan bisa sampai satu/dua jam.
“Terima kasih, Tuhan,
atas resep yang telah kusia-siakan sejak awal!”
Setiap rasa sakit menghampiri, resep tersebut kulakukan
sebagai senjata pembunuh, dan jreeeng…hilang
rasa sakitnya. Begitu seterusnya hingga beberapa hari (malam) lamanya selalu jreeeng... Saya pun tidak perlu merasa
kuatir dengan penggunaan resep ini secara berulang-ulang atau secara
terus-menerus, karena resep ini sama sekali tidak mengandung bahan kimia
berbahaya atau memberikan efek samping yang merugikan kesehatan secara medis
dan tidak menyebabkan overdosis.
Setelah beberapa hari penggunaan resep ini, baru kusadari ternyata
ada efek negatifnya juga di samping efek positifnya yang ampuh. Efek positif
yang dirasakan adalah memang hilang rasa sakitnya sama sekali, sedangkan efek
negatifnya adalah kecapaian dan kurang isterahat. Kenapa kecapaian dan kurang
isterahat? Karena berselang hanya beberapa puluh menit atau satu/dua jam,
terapi tersebut harus dilakukan lagi dan lagi hingga pagi menjelang, sehingga
kesempatan untuk bisa tidur pulas di malam hari sangatlah sedikit. Sebenarnya
resep pertama dengan efek positifnya ini sudah membuatku merasa sangat dan
sangat nyaman, hanya saja jika melihat dampak negatifnya akan sangat berbahaya bagi
kesehatan tubuh dan jiwaku jika kulakukan dalam jangka waktu yang lama.
Akhirnya kuputuskan secara bulat dari lubuk hati terdalam
untuk mencoba Resep Kedua yang juga telah kusia-siakan sejak
awal penelusuran di mesin google. Dan ternyata resep kedua ini sangat-amat-terlalu ampuh dan mujarab.
Rasa sakit yang menyiksa langsung hilang tak berbekas sama sekali, dan tidak
perlu lagi melakukan terapi ini berulang-ulang sampai pagi sebagaimana yang
kulakukan dengan resep pertama. Ketika rasa sakitnya hilang, tidak kurasakan
sedikitpun tanda-tanda bahwa sebelumnya pernah ada rasa sakit yang begitu
beratnya di gigi. Sekali lagi hilang tak
berbekas. “Aneh bin ajaib!”
“Terima kasih, Tuhan,
atas resep yang juga telah kusia-siakan sejak awal!”
Jika diingat-ingat, penerapan resep kedua ini berlangsung
hanya sekali atau paling banyak dua kali dalam semalam (rata-rata hanya sekali).
Semenjak penggunaan resep kedua ini, tidur lelap di malam hari pun telah
menjadi bagian terindah dalam hidupku yang hilang dalam dua bulan terakhir.
Resep kedua ini pun sama sekali tidak memiliki efek samping yang berbahaya bagi
kesehatan, karena sebagaimana resep pertama, resep kedua ini pun tidak
mengandung bahan-bahan kimia berbahaya, dan juga tidak (sekali lagi: tidak!)
membuat pengguna mengalami overdosis atau
ketagihan.
Bagi para pencinta
sakit gigi yang segera ingin pindah
ke lain hati, sebaiknya menerapkan resep kedua ini. Dijamin, resep kedua
ini sangat (sangat 10x) ampuh menyelesaikan permasalahan sakit yang menghimpit
gigi anda. Buktinya, sampai dengan detik ini (saat menulis artikel yang bertele-tele ini, di tahun 2015 ini)
yang kurasakan adalah: “bebas…lepas…kutinggalkan
semua beban di ‘gigiku’….melayang kumelayang jauh…!” (Bebas-Iwa K)
Awal penggunaan resep kedua ini memang dirasakan kejutan sakit (nyut-nyut) seperti tertusuk (dalam bahasa Kupang: ta tikam) pada sumber sakitnya. Tapi
tidak perlu kuatir, karena “nyut-nyut” dan/atau “ta tikam” tersebut hanya
berlangsung sekejap/sekilas/sesaat/sekedip. Kalau boleh digambarkan, rasa
tersebut hanya muncul sekali dalam
waktu cuma sedetik kurang. Dan rasa
ini selalu terjadi setiap kali resep kedua ini dilakukan.
Dan terakhir adalah Resep
Ketiga sebagai resep utama atau resep kunci dari kedua resep di atas.
Sebanyak apapun resep pertama dan kedua dilakukan, atau sebaik apapun manfaat
dan khasiat resep pertama dan kedua, jika tidak melakukan resep ketiga maka
anda belum mampu move on ke lain
hati. Anda akan terus dan harus melakukan resep-resep tersebut sampai tua. Jadi
jangan abaikan resep ketiga ini jika anda ingin kembali merasakan “Sakitnya tuh
di sini…!” (sambil menunjuk gigi)!
Demikian tulisan yang sangat bertele-tele ini yang sampai di titik
inipun belum tertera poin-poin pentingnya secara gamblang.
“Terima kasih untuk
anda yang masih setia membaca hingga detik ini! Walaupun anda dikategorikan
sebagai seorang pemberontak dan/atau pembangkang yang tidak mengindahkan
peringatan di awal tulisan ini, tapi anda adalah tipe pembaca/penyimak yang
setia dan sabar!”
Kini saatnya tabir dibuka untuk diketahui, pergunakan dan dilaksanakan secara saksama dan dalam tempo
yang sesingkat-singkatnya. Boleh percaya, boleh tidak, tapi kupercaya yang
telah kulakukan, yang telah kualami dan yang telah kurasakan. Perubahan rasa
itu nyata, dan selamat tinggal sakit gigi!
Resep Pertama : Berkumur dengan Air Es.
Resep Kedua : Berkumur dengan Air Panas (Bukan Air Hangat, bukan pula Air Mendidih).
Resep Ketiga : Jaga pola makan yang baik untuk mencegah
naiknya Asam Lambung.
[http://www.kompasiana.com/pietronetti/sakitnya-tuh-di-sini-di-gigi-ini_56200601e122bde7068b4568]
April 4, 2015
YESUS, Sang Penebus
Oleh: Pietro T. M. Netti
Di bawah kaki salib-MU
kudatang
Bertelut mohon ampunan
dari-MU
Kusadar kar’na dosaku
KAU rela mati disalib
Ya, YESUS-ku, KAU tebus
dosaku
Ke dalam tangan kasih-MU
kus’rahkan
Seluruh hidup dan matiku
pada-MU
Kuyakin akan kasih-MU
Dan s’gala pengorbanan-MU
Ya, YESUS-ku ‘ku t’lah
dis’lamatkan
YESUS Tuhanku, Sang
Penebus dosa
KAU mati bagiku demi
dosa-dosaku
YESUS Tuhanku, Jurus’lamat
dunia
KAU bangkit bagiku demi
kes’lamatanku
Nkl, 250111
March 29, 2015
Mengenal Penulisan Notasi Angka Dalam Birama 6/8
Oleh: Pietro T. M.
Netti
Tuan Rumah RUMAH IDE & KREASI
Pada beberapa tahun silam saya pernah disodorkan teks lagu
dalam notasi angka yang benar benar sangat membingungkan. Lagu tersebut adalah
lagu yang terambil dari himpunan nyanyian Dua Sahabat Lama (DSL) No 108
“PERSEMBAHAN DIRI”, salah satu lagu yang terdapat di dalam Liturgy Kebaktian
Minggu Pra Paskah (Minggu Sengsara). Lagu tersebut adalah lagu yang akan
dinyanyikan oleh para peserta Katekisasi pada prosesi Peneguhan dan Pemberkatan
sebagai anggota Sidi Baru.
Saya katakan sangat
membingungkan karena penulisan simbol-simbol notasi tersebut tidak sesuai
dengan apa yang telah saya pelajari dan pahami sebelumnya tentang membaca dan
memainkan notasi angka. Bahkan apa yang muncul dalam pikiran saya saat itu adalah
bahwa penulisan simbol notasi yang membingungkan
itu mungkin saja “salah”. Tetapi
apakah memang mungkin penulisan simbol-simbol tersebut “salah”(?), sedangkan lagu yang disodorkan adalah teks fotocopy yang berasal dari sumber asli,
DSL.
Mungkin untuk sebagian kalangan pemain musik hal ini tidak
membingungkan, tapi bagi saya yang pada saat itu baru mulai menekuni (mempelajari)
not angka dan lagu/musik gereja benar-benar merasa kewalahan alias tidak bisa memainkannya samasekali.
Mungkin pula, jika ada pemain musik yang telah mengetahui lagu tersebut (bisa
menyanyikan) tidak akan mengalami kesulitan seperti yang saya hadapi saat itu,
karena tidak perlu lagi bersusah payah membaca simbol-simbol notasi yang “salah” itu.
Dalam not angka, biasanya, terdapat birama yang terdiri
dari sejumlah ketukan: lagu dengan birama 1
ketuk, 2 ketuk, 3 ketuk, 4 ketuk, 5 (3+2) ketuk, 6 ketuk, 6 (3x2) ketuk, 9
(3x3) ketuk, dll. Setiap not atau simbol seperti titik (.) atau nol (0)
yang berdiri sendiri adalah Not 1/4
dengan harga 1 (satu) ketukan. Not yang mendapat satu bendera adalah Not 1/8
dengan harga 1/2 ketukan, dua bendera
adalah Not 1/16 dengan harga 1/4
ketukan. Sejauh ini saya belum menemukan (mungkin ada) not dengan tiga bendera di dalam lagu-lagu not
angka; jika ada maka not tersebut adalah Not
1/32 dengan harga 1/8 ketukan (Lihat
Gambar!).
Kebanyakan lagu-lagu dalam Not Angka, bendera (garis di atas not) yang menentukan harga notasi tidak
digunakan pada satu not yang berdiri sendiri atau not tunggal. Biasanya bendera
(satu, dua atau tiga bendera), sejauh
pengamatan saya, menghubungkan satu not dengan not yang lainnya. Dalam lagu di
atas, bendera dipasang pada not
tunggal yang sangat menyulitkan saya untuk menemukan cara yang tepat untuk membaca/menyanyikan
dan memainkannya dengan musik. “Mungkinkah
ada kesalahan?” Seperti yang sudah saya katakan di atas, tidak mungkin
penulisan simbol bendera pada not tunggal
tersebut “salah”, karena memang teks
aslinya sudah seperti itu.
“Tetapi bagaimana
membacanya atau menyanyikannya atau memainkannya?”
Saya mencoba mencermati kembali satu per satu yang tertulis
di dalam teks lagu tersebut mulai dari Judul Lagu, Nada Dasar, Birama dan Isi
Lagu dari awal hingga akhir. Masalah baru pun muncul ketika saya menemukan birama lagu yang ditulis adalah birama
6/8. “Kok bisa biramanya 6/8?”
Padahal kalau mau dihitung-hitung, berdasarkan pemahaman saya, jumlah dan harga
not yang ada di setiap birama di dalam lagu tersebut tidaklah sesuai. 6/8
artinya ada 6 not 1/8 yang menjadi patokan tempo.
Jika kita menghitung berdasarkan penulisan pada lagu di
atas, not 1/8 berjumlah rata-rata hanya 2 not (bukan 6) di setiap biramanya. Bahkan
secara kasat mata, saya menghitungnya hanya terdapat 3 ketukan di setiap
biramanya. Pada birama pertama, misalnya, not 1/4 yang berharga 1 ketukan (tanpa
bendera) hanya terdapat 2 not, dan not 1/8 yang berharga 1/2 (atau yang
mendapat satu bendera) juga hanya ada 2 not. Berarti 1 + 1 + ½ + ½ = 3, atau secara berturutan bisa dihitung
sebagai berikut: 1 + ½ + 1 + ½ = 3. “Lantas
kenapa 6/8?” Lagi-lagi pertanyaan itu yang muncul (Lihat Gambar: tulisan
berwarna Hitam!).
Segala upaya saya kerahkan untuk mengungkap rahasia di
balik birama yang bertuliskan angka 6/8. Dari segi makna 6/8 yang sudah saya
sebutkan di atas, sudah jelas tidak bisa membuat saya sampai pada sebuah
kesimpulan yang tepat tentang cara membaca/menyanyikan/memainkan notasi lagu
ini. Fakta dan data pada teks lagu telah membuktikan tidak terdapat unsur 6 dan
8-nya samasekali.
“Apakah 6/8 itu?
Mengapa harus 6/8?” Sambil terus bertanya dalam hati, tiba-tiba muncul
sebuah titik terang yang menjuruskan saya pada sebuah kesimpulan sementara yang
mungkin saja akan menjadi kunci jawabannya. Saya teringat angka 6/8 juga ada
pada jenis irama musik (style musik)
yakni irama/style Slow Rock 6/8.
Irama Slow Rock adalah irama 4 ketukan dengan 6 not 1/8 menjadi patokan tempo.
Karena terdapat 4 ketukan dalam setiap biramanya maka 6 not 1/8 tersebut dikali
2 lagi (6x2) sehingga menjadi 12 not 1/8 di tiap birama. Atau, dengan kata
lain, dalam 4 ketukan, terdapat 3 not 1/8 di setiap ketukannya; 4x3=12 (4 ketuk
dikali 3 not 1/8 sama denga 12 not 1/8).
Berikut ini adalah cara membaca/menyanyikan/memainkan lagu
DSL 108 dengan penulisan simbol notasi yang lain tanpa merubah komposisi
lagu:
Hingga pada titik ini, tersingkaplah segala rahasia di
balik angka 6/8 yang sempat membingungkan dan melelahkan karena telah begitu
banyak menguras energi rasa dan energi pikir. Walaupun sempat “letih”, penyingkapan kode 6/8 ini
kembali memberi energi dan spirit baru yang menyegarkan hati dan pikiran saya
untuk terus menyingkap dan mengungkap segala tabir kegelapan yang masih penuh tanda tanya.
Tulisan ini merupakan catatan pribadi saya untuk
mendokumentasikan hasil kerja saya secara mandiri dalam mengupayakan agar sedapat
mungkin memahami (membaca/menyanyikan/memainkan) simbol notasi angka yang ada.
Cara penulisan simbol notasi seperti yang terdapat pada teks DSL tersebut,
menurut hemat saya, sudah jarang ditemukan/dipakai dalam pembuatan arransemen
lagu dengan notasi angka dewasa ini. Saya lebih cenderung mengatakan bahwa cara
penulisan simbol pada lagu DSL tersebut adalah penulisan “gaya lama” yang sudah tidak dipakai lagi saat ini(?).
Di samping itu, tulisan inipun menjadi pelajaran yang
mengingatkan diri saya sendiri agar ketika menemui arransemen lagu-lagu lain
yang masih menggunakan cara penulisan simbol yang serupa, maka cara
membacanya/menyanyikannya/memainkannya mengikuti pola yang ada. Upaya dan hasil
kerja ini tentu masih jauh dari kesempurnaan oleh karena keterbatasan referensi
yang saya miliki. Oleh sebab itu kritik dan saran sangat diperlukan untuk
memberi pencerahan kepada kita semua.
Semoga tulisan ini juga dapat menginspirasi dan memberi
manfaat bagi sahabat-sahabat pemain musik gereja yang lain yang mungkin saja mengalami
hal yang sama seperti yang saya alami sebelumnya. Shallom!
Buku Harian (Diary)
(Bahan Ajar Untuk Siswa/i SD Bertingkat
Naikoten 1 Kupang)
Oleh: Pietro T. M. Netti
(Komunitas Sastra Pukuafu)
PENGERTIAN BUKU HARIAN
Buku Harian atau
Diary adalah: sebuah catatan pribadi
yang berisi kegiatan atau kejadian yang kita alami sehari-hari (http://id.wikipedia.org/wiki/Buku_harian).
Apa yang kita catat/tulis di dalam Buku
Harian adalah:
- Kejadian penting,
- Kejadian menarik,
- Kejadian yang mengesankan,
- Kejadian lucu,
- Kejadian menakutkan, dll
FUNGSI BUKU HARIAN
Buku Harian (Diary) adalah sebagai
- Cerita: Kenangan masa-masa yang pernah kita alami.
- Catatan Sejarah kehidupan kita.
- Opini: Menuangkan ide-ide/pendapat yang terlintas dalam pikiran tentang suatu peristiwa.
- Curahan Hati (Curhat): mencurahkan/mengungkapkan emosi dan perasaan kita atas masalah yang dihadapi.
KATEGORI ISI BUKU HARIAN
- Buku Harian berisi tentang catatan-catatan harian yang bersifat pribadi. Karena bersifat pribadi maka Buku Harian hanya untuk disimpan dan dibaca sendiri oleh kita yang membuatnya. Buku Harian adalah sepenuhnya hak milik kita. Pada umumnya, Buku Harian bersifat pribadi/rahasia. Orang lain tidak diijinkan untuk melihat apalagi membacanya. Orang lain baru boleh membacanya jika kita sendiri yang mengijinkan.
- Ada pula Buku Harian yang ditulis dengan maksud agar orang lain juga bisa ikut membacanya. Buku Harian ini masuk dalam kategori umum/tidak rahasia. Biasanya Buku Harian ini berisi tentang pengalaman-pengalaman pribadi yang dinilai penting dan bermanfaat juga bagi orang, dan cerita-cerita kehidupan yang dikemas dalam bentuk puisi maupun prosa yang menggugah. Intinya, melalui Buku Harian yang kita buat, ada hal-hal positif dan pesan-pesan moral yang ingin dibagikan kepada orang lain agar bisa dijadikan sebagai motivasi dan pelajaran berharga.
ELEMEN DAN FORMAT BUKU HARIAN
Elemen Buku
Harian terdiri dari:
- Komponen Hari, Tanggal, dan Tahun
- Komponen Isi Buku Harian
Format Buku
Harian:
(https://zulkarnainidiran.files.wordpress.com/2008/11/contoh-bahan-ajar-sederhana-bi-smp-zul2008.pdf)
CARA MENULIS BUKU HARIAN
Ada berbagai cara menulis Buku Harian:
- Menulis dalam bentuk sandi-sandi rahasia jika isinya sangat bersifat pribadi/rahasia, sehingga jika orang lain yang membacanya tidak bisa mengerti.
- Menulis dalam gaya bahasa pergaulan sehari-hari sebagaimana bahasa lisan yang kita pakai.
- Menulis dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baku sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
- Menulis dengan menggunakan berbagai gaya bahasa yang indah untuk menyampaikan ide/gagasan/pendapat, contohnya: menulis puisi atau prosa.
Dilihat dari Isi
Buku Harian, jika Buku Harian tersebut masuk dalam kategori pribadi/rahasia, maka bagaimana menulis buku harian, apa saja yang harus ditulis, dan gaya bahasa apa yang harus dipakai,
semua terserah kita. Kita bebas menulis apa
saja yang menurut kita patut ditulis dengan cara dan gaya kita
sendiri sesuai dengan seluruh Cara
Menulis Buku Harian di atas. Tidak ada orang lain yang berhak mengatakan, mengoreksi
dan/atau menilai bahwa apa yang kita buat/tulis di dalam Buku Harian kita itu salah atau harus begini atau harus begitu.
Namanya juga Buku Harian pribadi http://juragancipir.com/pengertian-buku-harian-dan-manfaatnya/).
Namun, jika catatan-catatan di dalam Buku Harian berkategori umum/tidak
rahasia, maka sebaiknya kita perlu memperhatikan bagaimana menulis buku harian yang
baik, apa saja yang harus kita tulis, dan gaya bahasa apa yang harus kita pakai. Berikut ini adalah beberapa
hal yang perlu diperhatikan:
- Saat menulis Buku Harian dengan kategori ini, kita perlu menggunakan bahasa yang mudah dimengerti sesuai dengan standar bahasa yang baik dan benar (Lihat: butir no 3. CARA MENULIS BUKU HARIAN!).
- Apa yang akan/harus kita tulis harus dipikirkan secara matang agar tulisan/catatan-catatan yang kita buat tersusun secara rapi, teratur dan masuk akal (sistematis), sehingga orang lain (pembaca) bisa dengan mudah mengikuti jalan pikiran kita.
- Penggunaan gaya bahasa (majas) sangat penting dalam tulisan/catatan-catatan dalam bentuk puisi maupun prosa (Lihat: butir no. 4 CARA MENULIS BUKU HARIAN!). Gaya bahasa (majas) adalah bahasa kiasan yang dipakai untuk mengungkapkan/mewakili pikiran dan perasaan dari kita sebagai penulis (http://id.wikibooks.org/wiki/Subjek:Bahasa_Indonesia/Materi:Majas). Biasanya bahasa kiasan yang dipakai akan memberikan kesan imajinatif kepada pembaca. Kesan imajinatif dapat diartikan sebagai kesan yang berhubungan dengan kerja akal dalam mengembangkan suatu pemikiran yang lebih luas dari apa yang pernah dilihat, dengar, dan rasakan (http://id.wikipedia.org/wiki/Imajinasi).
PENUTUP
Buku Harian,
bagi banyak kalangan, telah menjadi “sahabat”
(baca: media) tempat mencurahkan isi hati, emosi, dan perasaan, tempat mengadu
dan berkeluh-kesah, dan menjadi tempat menuangkan ide dan pendapat secara
pribadi. Tulisan/catatan yang kita buat di dalam Buku Harian adalah sebuah rekaman
jejak kisah kehidupan kita sendiri yang akan menjadi kenangan terindah dan tak
terlupakan di masa-masa yang akan datang. Pencatatan yang teliti dan akurat
tentang sebuah kisah, peristiwa dan langkah kehidupan kita akan menjadi catatan
sejarah yang berharga setidak-tidak bagi diri/pribadi kita sendiri.
Naikolan, 14 Maret
2015
Catatan:
Buku Harian Anne Frank berjudul Het Achterhuis atau yang lebih
dikenal dengan “The Diary of A Young Girl” telah menuai banyak simpati dari
pembaca sastra dan non-sastra, serta penyangkalan dan penghargaan yang tak ada
habisnya.
Ditulis
oleh seorang gadis remaja yang hidup dalam persembunyian selama masa penjajahan
Nazi Jerman di periode Perang Dunia II, buku harian ini adalah saksi kekejaman
pemerintahan Adolf Hitler serta sumber pembelajaran para ahli sejarah terhadap
nasib kaum Yahudi pasca pendudukan Jerman di negara-negara tetangga (Eropa).
Kisah
di bawah ini bukan cerita fiksi yang dipintal oleh seorang penulis handal,
bukan juga imajinasi seorang penulis amatir yang mencari ketenaran—melainkan
buah pena seorang remaja berusia 13 tahun yang mau tak mau terpaksa berteman
dengan “buku tulis” di tengah tragedi yang melanda Eropa di masa itu. Anne
Frank dan keluarga disembunyikan di loteng rumah tempat Otto Frank (Ayah)
bekerja, yang disebut sebagai SECRET ANNEXE. (http://fiksilotus.com/2012/09/11/buku-harian-anne-frank/).
[http://edukasi.kompasiana.com/2015/03/15/buku-hariandiary-706928.html]