Kebaktian Malam Natal 24/12/2014 di Jemaat Gunung Sinai Naikolan (Dok. Pribadi) |
December 26, 2014
Salam Damai Natal Untuk Negeri & Penghuni Negeri
Oleh: Pietro T. M.
Netti
Terlebih dahulu saya ingin mengucapkan “Selamat merayakan
Natal 25 Desember 2014 bagi umat Kristiani di seluruh dunia dan di seluruh
pelosok negeri Indonesia! Kiranya Natal menbawa damai bagi negeri dan seluruh
penghuni negeri ini! Salam Damai Natal untuk kita semua!”
Di tengah-tengah kemeriahan perayaan Natal yang sedang
dirasakan oleh umat Kristiani saat ini, masih saja berkembang wacana boleh atau tidak mengucapkan “Selamat Natal” kepada umat Kristiani yang
merayakan. Di sana-sini muncul polemik/perdebatan yang berkepanjangan dari
tahun ke tahun. Tulisan singkat ini mungkin terlambat dimuat, karena mungkin
saja perdebatan-perdebatannya sudah lewat, dan mungkin akan muncul lagi di masa
yang sama (masa Natal) di tahun-tahun yang akan datang. Keterlambatan postingan ini semata-mata karena
kesibukan saya yang sangat padat dalam persiapan-persiapan Perayaan Adventus
(masa-masa penantian selama 4 minggu sebelum Natal) dan Perayaan Natal di
gereja.
Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada saudara-saudara
saya yang Muslim, sebenarnya polemik tentang boleh atau tidak boleh memberi
ucapan “Selamat Natal” tersebut datang dari sekelompok orang dan/atau
organisasi massa (ormas) Islam atau yang mengatasnamakan Islam. Dalam tulisan
ini, saya tidak bermaksud menilai boleh atau
tidak boleh memberi ucapan “Selamat
Natal” sebagai suatu hal yang salah atau
benar, karena menurut saya hal itu
adalah sah-sah saja, walaupun hati kecil saya cenderung mengatakan “apa salahnya memberi ucapan selamat kepada
saudara/sesama kita yang sedang bersukacita merayakan hari raya keagamaan
mereka khususnya umat Kristen yang merayakan Natal”.
Tentu ada alasan mendasar (landasan teologis) yang dianut
oleh orang/kelompok tertentu yang menganggap haram (??) dan secara tegas melarang umatnya dan/atau kelompoknya
untuk sekali-kali tidak memberi ucapan “selamat” khususnya memberi ucapan
“Selamat Natal”. Sebenarnya sejak awal munculnya perdebatan ini, saya
sedikitpun tidak ambil pusing (tidak
peduli), karena itu bukan urusan saya (It’s
none of my business). Jika “urusan anda”
menjadi “urusan saya”, bisa saja saya
dicap turut mencampuri urusan keyakinan/kepercayaan
dan bahkan urusan iman ajaran agama
lain yang memang “bukan urusan saya”.
Saya pun saat ini tidak sedang mengambil urusan anda menjadi urusan saya, sepenuhnya hal boleh
atau tidak boleh memberi ucapan
“Selamat Natal” masih menjadi urusan anda
(it’s totally your business). Hanya saja, kenapa ada orang/kelompok/ormas yang
juga muslim yang merasa boleh memberi
ucapan tersebut. Lagi-lagi hati kecil saya sangat mendukung
orang/kelompok ini. Kelompok ini sedang menunjukkan sikap kemanusiaan dan kebersamaan sebagai sesama makhluk ciptaan Tuhan
yang bermartabat, menjunjung tinggi nilai-nilai sosial dan budaya dalam sebuah peradaban.
Dan lagi, untuk konteks Indonesia yang ber-bhinneka ini, hati kecil saya merasa layak dan nyaman untuk hidup berdampingan
dengan orang/kelompok ini.
Sebelumnya ada fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang
santer terdengar mengharamkan pemberian ucapan “Selamat Natal” kepada umat
Nasrani. Padahal fatwa MUI yang sesungguhnya adalah tentang: “mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram dan agar
umat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah Swt dianjurkan
untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan perayaan Natal.” (http://www.kabarislam.com/). Tentu di balik fatwa
MUI ini ada sejumlah alasan teologis yang patut/harus dihargai oleh pihak non
muslim khususnya umat Kristiani.
Namun berkaitan dengan memberi ucapan “Selamat Natal” kepada umat Kristen
yang merayakan, cendekiawan Prof. Dr. Sofjan Siregar, MA
berpendapat: “Mengucapkan selamat Natal oleh seorang muslim hukumnya mubah,
dibolehkan. Mengucapkan selamat Natal adalah bagian dari mu’amalah, non-ritual.
Pada prinsipnya semua tindakan non-ritual adalah dibolehkan, kecuali ada nash
ayat atau hadits yang melarang.” (http://www.kabarislam.com/).
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof DR. H. M
Din Syamsuddin MA, mengaku terbiasa mengucapkan selamat Natal kepada pemeluk
Kristen. “Saya tiap tahun memberi ucapan selamat Natal kepada teman-teman
Kristiani,” katanya tahun 2005. (http://www.kabarislam.com/).
Memang masih banyak pro dan kontra tentang permasalahan
ini, tapi melihat keber-bhinneka-an kita, mungkinkah ada rujukan lain yang
kiranya dapat menjaga/memelihara keharmonisan berbangsa dan bernegara? Sebagai pemeluk
Kristen, saya sangat menghargai dan mengapresiasi dua tokoh/cendekiawan Muslim
di atas yang memiliki sikap yang sangat mulia tersebut. Kiranya kedua tokoh
panutan tersebut menjadi teladan bagi segenap umat yang masih pro dan kontra.
Jika yang merasa bahwa dengan memberi ucapan “Selamat Natal” kepada umat Kristiani adalah sebuah
tindakan haram yang diduga kuat akan mendatangkan dosa, maka sebaiknya urungkan
saja niat tersebut. Tapi jika memberi
ucapan “Selamat Natal” sebagai wujud simpati, empati dan toleransi terhadap
sesama umat beragama, dan diyakini tidak mendatangkan dosa, maka lanjutkan.
Sebagai pihak yang merayakan Natal, saya sangat bersyukur kepada Tuhan yang
saya imani dan berterimakasih jika sesama saya baik umat Muslim maupun umat non
Kristen lainnya yang berkenan mengucapkan “Selamat
Natal” kepada saya.
KIranya tulisan ini tidak memberi reaksi negatif kepada
pembaca Kompasiana. Tulisan ini hanya
merupakan sebuah ungkapan hati secara pribadi sebagai Kristen. Ada harapan
besar yang ingin diraih sehubungan dengan hidup dalam kebersamaan, toleransi, kerukunan
dan keharmonisan antar umat beragama khususnya di Indonesia. Saya membayangkan
jika semua agama baik di dunia maupun di Indonesia sama-sama mengeluarkan
fatwa-fatwa yang sama dan sebangun,
maka bisa dibayangkan apa yang akan terjadi. “HOME ALONE is better than ALONE TOGETHER at home.”
Mengakhiri tulisan ini, sekali lagi saya ingin mengucapkan:
“Selamat merayakan Natal 25 Desember 2014 bagi umat Kristiani di seluruh dunia
dan di seluruh pelosok negeri Indonesia! Kiranya Natal menbawa damai bagi
negeri dan seluruh penghuni negeri ini! Salam Damai Natal untuk kita semua!
Amin!”
[http://sosbud.kompasiana.com/2014/12/26/salam-damai-natal-untuk-negeri-penghuni-negeri-693675.html]
December 3, 2014
Jayalah di Laut, Indonesiaku!
Monumen Jalesveva Jayamahe | Surabaya (Gambar: Skyscrapercity.com) |
Oleh: Pietro T. M.
Netti
Tuan Rumah RUMAH
IDE & KREASI
Indonesia adalah negara kepulauan (archipelagic state) yang memiliki perbandingan luas wilayah laut dan
daratan sebesar 70% : 30%. Luas keseluruhan wilayah Indonesia didominasi oleh
2/3 wilayah laut dan hanya 1/3 wilayah daratan. Di samping itu, letak geografis
Indonesia pun sangat strategis, terletak di antara dua buah benua (Benua Asia
dan Benua Australia) dan dua buah samudera (Samudera Hindia dan Samudera
Pasifik).
Laut menjadi fokus perhatian pemerintah saat ini di bawah
kepemimpinan Presiden Ir. Joko Widodo. Menurut Presiden RI ke-7 ini, selama ini
kita selalu “memunggungi laut”, dan
tidak pernah menatap dan memanfaatkan potensi laut secara optimal untuk
kemakmuran rakyat. “Jalesveva Jayamahe”
(Di Lautan Kita Jaya) hanya menjadi
sebuah slogan kosong tanpa implementasi nyata bagi rakyat. Kini tiba saatnya
menjadikan laut sebagai sumber daya yang terlupakan selama ini untuk kejayaan
bangsa dan negara Indonesia.
Begitu pula dengan letak geografis Indonesia yang sangat
strategis ini akan dan bahkan telah menyita perhatian bangsa-bangsa lain di
dunia ini. Dengan demikian, sadar atau tidak, Indonesia sudah pasti menjadi
begian penting bagi perekonomian dunia. Apalagi saat ini Asia Pasifik telah
menjadi destinasi perekonomian dunia. Program pemerintah di bawah pemerintahan
Jokowi yang menitikberatkan pada pemberdayaan kelautan dan kemaritiman patut disambut positif dan optimistis oleh
seluruh komponen bangsa. Visi dan misi Jokowi yang sangat melekat dalam
ingatan kita adalah pembangunan “Tol
Laut” di Indonesia dan menjadikan Indonesia sebagai “Pusat Maritim Dunia”.
Pembangunan “Tol
Laut” dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan wilayah yang
dapat menjangkau ke seluruh pelosok nusantara. Sedangkan merealisasikan
Indonesia sebagai “Pusat Maritim Dunia”
menjadi hal mutlak untuk menjawab era perekonomian modern masa kini dan masa-masa
yang akan datang, yang sudah tentu akan berdampak positif pada kesejahteraan,
kemakmuran dan kemajuan bangsa Indonesia ke depannya.
Untuk menunjang terlaksananya visi dan misi tersebut,
Jokowi membentuk Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan menunjuk
Indroyono Soesilo sebagai menterinya. Langkah kerja awal telah dilaksanakan oleh pemerintah melalui Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) yang di komandani oleh Susi Pudjiatuti dengan
melakukan gebrakan operasi laut
secara besar-besaran. Hasilnya, puluhan perahu/kapal nelayan asal Malaysia
ditangkap saat sedang “mencuri” di
perairan Indonesia, dan penahanan sejumlah manusia perahu yang tidak jelas
kewarganegaraannya. Penangkapan dan
wacana pemusnahan/penenggelaman sejumlah perahu/kapal
maling asal Malaysia ini mendapat tanggapan positif dari berbagai kalangan
dan rakyat Indonesia.
Presiden Jokowi pun secara tegas menginstruksikan untuk
tidak mentoleransi kapal-kapal asing yang mencuri di perairan Indonesia. Jokowi
memerintahkan agar kapal asing yang kedapatan mencuri ikan tersebut lebih baik
langsung ditenggelamkan saja (republika.co.id). Sikap tegas Presiden ini
mendapat tanggapan reaktif dari sebuah media lokal di Malaysia (Utusan Malaysia) yang langsung mencap
Jokowi sebagai proxy (boneka atau kepanjangan tangan) Amerika
Serikat dengan sejumlah alasan-alasan subyektif. Dan lucunya lagi, Utusan Malaysia ini berusaha membangun opini untuk mengadudomba rakyat Indonesia dengan
Presiden Jokowi atas kebijakan-kebijakan menaikkan harga BBM dan lain-lain. Dan
lebih lucunya lagi, media ini malah cenderung ingin mencampuri urusan dalam
negeri Indonesia (“Ha3x..lucu!”).
“Go to hell, Utusan
Malaysia!”
Untuk merealisasikan semboyan “Jaleveva Jayamahe”, memang perlu kerja extra keras dari pihak pemerintah Indonesia beserta jajarannya.
Indonesia yang kaya akan potensi kelautan dan kemaritimannya perlu mendapat prioritas
pemerintah dalam hal pengamanan wilayah laut oleh aparat keamanan dari
pencurian dan penangkapan ikan ilegal (illegal
fishing) oleh nelayan-nelayan asing yang sangat merugikan negara.
Sekretaris Kabinet, Andi Widjajanto, mengungkapkan bahwa illegal fishing yang marak terjadi di perairan Indonesia ini
menyebabkan kerugian negara sebesar US$ 25 miliar atau sekitar Rp. 300 triliun
per tahun. Di samping mencegah adanya ilegel
fishing oleh pihak-pihak asing, pengamanan wilayah laut Indonesia juga merupakan
wujud dari menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Prioritas pemerintah berikutnya adalah memanfaatkan potensi
dan sumber daya kelautan dan kemaritiman kita untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat Indonesia. Pemerintah pun dapat memfasilitasi para nelayan Indonesia
(khususnya nelayan tradisional) dengan teknologi penangkapan ikan yang modern,
ramah lingkungan dan berkelanjutan (sustainable),
sehingga dapat meningkatkan taraf hidup nelayan menjadi lebih baik dan lebih
baik ke depannya.
Prioritas berikut yang sama pentingnya adalah sebagaimana
yang disebut-sebut oleh Jokowi yakni membangun dan memperbaiki infrastruktur kelautan
yang dapat menunjang akses dari pulau yang satu ke pulau yang lain. Infrastruktur
kelautan yang sudah ada perlu dilakukan pemeliharaan dan ditingkatkan kualitas
dan kapasitasnya. Pembangunan infrastrukur kelautan yang dimaksudkan antara
lain: pembangunan dermaga, pelabuhan, perbaikan dan pengadaan kapal-kapal
nelayan, angkutan dan transportasi laut, dan sebagainya.
Dengan demikian maka pembangunan infrastruktur kelautan
ini, di samping menjadi akses dari pulau ke pulau, juga bisa berperan menunjang
pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan wilayah yang lebih baik dan merata di
seluruh wilayah Indonesia. Demikian pula pembangunan infrastruktur kelautan
dapat memicu/merangsang tumbuhnya sektor-sektor perekonomian baru dan
berkembangnya sektor-sektor perekonomian yang sudah ada. Dan manfaat lain sebagai
dampak ikutan dari pembangunan infrastruktur kelautan di Indonesia sebagai negara
kepulauan ini adalah sebagai alat pemersatu bangsa.
Akhirnya, semoga pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan
Presiden Ir. Joko Widodo dapat merealisasikan visi dan misi-nya yang
berhubungan pemanfaatan kekayaan laut dan sumber daya laut dan maritim, dan
pembangunan “Tol Laut” untuk
kesejahteraan, kemakmuran dan kejayaan seluruh rakyat Indonesia.
“Jalesveva Jayamahe:
Di Laut Kita Jaya!”